QS Yusuf (12): 47-49

Ayat 47-49 (hlm 471-473)
“Dia berkata, “Kamu bercocok tanam tujuh tahun sebagaimana biasa, maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya kecuali sedikit dari apa yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras.”
Mendengar pertanyaan yang diajukan atas nama Raja dan pemuka-pemuka masyarakat itu, tanpa menunggu – sesuai dengan harapan penanya – langsung saja dia, yakni Nabi Yusuf as berkata seakan-akan berdialog dengan mereka semua. Karena itu, beliau menggunakan bentuk jamak, “Mimpi memerintahkan kamu wahai masyarakat Mesir, melalui Raja, agar kamu terus-menerus bercocok tanam selama tujuh tahun sebagaimana biasa kamu bercocok tanam, yakni dengan memperhatikan keadaan cuaca, jenis tanaman yang ditanam, pengairan dan sebagainya, atau selama tujuh tahun berturut-turut dengan bersungguh-sungguh. Maka apa yang kamu tuai dari hasil panen sepanjang masa itu hendaklah kamu biarkan di bulirnya agar dia tetap segar tidak rusak, karena biasanya gandum Mesir hanya bertahan dua tahun – demikian pakar tafsir Abu Hayyan – kecuali sedikit yaitu yang tidak perlu kamu simpan dan biarkan di bulirnya yaitu yang kamu butuhkan untuk kamu makan. Kemudian sesudah masa tujuh tahun itu, akan datang tujuh tahun yang amat sulit, akibat terjadinya paceklik di seluruh negeri yang menghabiskan apa yang kamu simpan unuk menghadapinya, yakni untuk menghadapi tahun sulit itu yang dilambangkan oleh tujuh bulir gandum yang kering itu kecuali sedikit dari apa, yakni bibit gandum yang kamu simpan. Itulah takwil mimpi Raja.”
Lebih jauh Nabi Yusuf as melanjutkan, “Kemudian setelah paceklik itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan dengan cukup dan pada masa itu mereka akan hidup sejahtera yang ditandai antara lain bahwa ketika itu mereka terus-menerus memeras sekian banyak hal seperti aneka buah yang menghasilkan minuman, memeras susu binatang dan sebagainya.”
Kata yughats, apabila dipahami dari kata ghaits / hujan, maka terjemahannya adalah diberi hujan. Dan jika ia berasal dari kata ghauts yang berarti pertolongan, maka ia berarti perolehan manfaat yang sangat dibutuhkan guna menampik datangnya mudharat. Dari kata ini lahir istilah istighatsah.
Memperhatikan jawaban Nabi Yusuf as ini, agaknya kita dapat berkata bahwa beliau memahami tujuh ekor sapi sebagai tujuh tahun masa pertanian.Boleh jadi karena sapi digunakan untuk membajak, kegemukan sapi adalah lambang kesuburan, sedang sapi kurus adalah masa sulit di bidang pertanian, yakni masa paceklik. Bulir-bulir gandum lambang pangan yang tersedia. Setiap bulir sama dengan setahun. Demikian juga sebaliknya.
Mimpi Raja ini merupakan anugerah Allah SWT kepada masyarakat Mesir ketika itu.Boleh jadi karena Rajanya yang berlaku adil – walau tidak mempercayai keesaan Allah.Keadilan itu menghasilkan kesejahteraan lahiriah buat mereka. Rujuklah ke uraian penulis pada ayat 117 surah Hud, untuk memahami lebih jauh tentang persoalan ini.
Thabathaba’i mengkritik ulama-ulama yang memahami mimpi Raja itu secara sederhana, yakni mereka yang hanya memahaminya sebagai gambaran tentang apa yang akan terjadi pada dua kali tujuh tahun depan. Memang, redaksi penjelasan Nabi Yusuf as bukan redaksi perintah, tetapi redaksi berita. Namun demikian, apa yang dikemukakan Thabathaba’i dapat diterima, karena sekian banyak redaksi berbentuk berita yang bertujuan perintah. Ulama itu menilai bahwa mimpi tersebut adalah isyarat kepada Raja untuk mengambil langkah-langkah guna menyelamatkan masyarakatnya dari krisis pangan. Yaitu hendaklah dia menggemukkan tujuh ekor sapi agar dimakan oleh tujuh ekor sapi kurus dan menyimpan sebagian besar dari bahan pangan yang telah dituai tetap dalam bulirnya agar tetap segar dan tidak rusak oleh faktor cuaca dan sebagainya. Dengan demikian, menghadapinya, yaitu hendaklah bersungguh-sungguh menanam serta menyimpan sebagian besar hasil panen.
Thabathaba’i, walau memahami ayat 49 di atas sebagai informasi baru tentang apa yang akan terjadi sesudah tujuh tahun sulit, tetapi itu pun dipahaminya dari mimpi tersebut. Dalam arti, jika tujuh tahun sulit itu telah berlalu, maka sesudah itu situasi akan pulih, dan ketika itu tidak perlu lagi mengencangkan ikat pinggang, atau membanting tulang dalam bekerja atau menyimpan hasil panen sebagaimana halnya pada tujuh tahun pertama. Ini karena keadaan telah normal kembali. Itu pula sebabnya, menurut Thabathaba’i dalam mimpi Raja tidak disebut kata tujuh ketika menyatakan bulir-bulir kering, karena masa sesudah tujuh tahun sulit itu akan berjalan normal bukan hanya sepanjang tujuh tahun.