Asuransi Syariah dan Konvensional

A. Ciri-ciri Asuransi Syariah

Asuransi syariah memiliki beberapa ciri utama yaitu sebagai berikut :
1. Akad asuransi syariah bersifat tabarru’, yaitu sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika bukan tabarru’ maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah keuntungan hasil mudharabah bukan riba.
2. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak, karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapatkan imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jamaah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).
3. Dalam asuransi syariah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jamaah seperti dalam asuransi Takaful.
4. Akad asuransi syariah bersih dari gharar dan riba.
5. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.

B. Kendala Pengembangan Asuransi Syariah

1. Rendahnya tingkat perhatian masyarakat terhadap keberadaan asuransi syariah yang relative baru dibanding dengan asuransi konvensional yang telah lama dikenal masyarakat baik nama maupun operasinya. Keadaan ini kadangkala menurunkan motivasi pengelola dan pegawai asuransi syariah untuk tetap mempertahankan idealismenya.
2. Asuransi bukanlah bank yang melalui produknya berpeluang lebih besar untuk bisa berhubungan dengan masyarakat dalam hal pendanaan atau pembiayaan. Di lain pihak, masyarakat memiliki sedikit peluang untuk berhubungan dengan asuransi syariah, berkenaan rendahnya kepentingan masyarakat terhadap produk asuransi syariah.
3. Asuransi syariah sebagaimana bank dan lembaga keuangan syariah lain yang masih dalam proses mencari bentuk. Maka diperlukan langkah-langkah sosialisai kepada masyarakat, hal ini dilakukan selain untuk mendapatkan perhatian masyarakat, juga sebagai upaya mencari masukan demi perbaikan sistem yang ada.
4. Rendahnya profesionalisme sumber daya manusia (SDM) menghambat laju pertumbuhan asuransi syariah. Penyediaan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan kerjasama dengan berbagai pihak terutama lembaga-lembaga pendidikan untuk membuka atau memperkenalkan pendidikan asuransi syariah.

C. Strategi Pengembangan Asuransi Syariah

1. Perlu strategi pemasaran yang lebih terfokus kepada upaya untuk memenuhi pemahaman masyarakat tentang asuransi syariah. Maka asuransi syariah perlu meningkatkan kualitas pelayanan (quality services) kepada pemenuhan pemahaman masyarakat ini, misalnya mengenai : apa asuransi syariah, bagaimana operasi asuransi syariah, keuntungan apa yang didapat dari asuransi syariah, dan sebagainya.
2. Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan sistem syariah tentunya aspek syiar Islam merupakan bagian dari operasi asuransi tersebut. Syiar Islam tidak hanya dalam bentuk normatif kajian kitab misalnya, tetapi juga hubungan antara perusahaan asuransi dengan masyarakat. Dalam hal ini, asuransi syariah sebagai perusahaan yang berhubungan dengan masalah kemanusiaan (kematian, kecelakaan, kerusakan), setidaknya dalam masalah yang berhubungan dengan klaim nasabah asuransi syariah bisa memberikan pelayanan yang lebih baik dibanding dengan asuransi konvensional.
3. Dukungan dari berbagai pihak terutama pemerintah, ulama, akademisi, dan masyarakat diperlukan untuk memberikan masukan dalam penyelenggaraan operasi asuransi syariah. Hal ini diperlukan selain memberikan kontrol bagi asuransi syariah untuk berjalan pada sistem yang berlaku, juga meningkatkan kemampuan asuransi syariah dalam menangkap kebutuhan dan keinginan masyarakat.


Beberapa pertimbangan untuk mengatasi persoalan-persoalan asuransi dalam perspektif hukum Islam :
1. Perlu adanya pengkajian secara mendalam serta diskusi yang intens tentang konsep asuransi syariah oleh kalangan yang mempunyai perhatian terhadap perkembangan asuransi syariah baik dari kalangan akademisi maupun praktisi.
2. Diperlukan payung hukum yang kuat terhadap eksistensi asuransi syariah di Indonesia berupa Undang-Undang yang khusus mengatur tentang usaha asuransi syariah.
3. Maksimalisasi fungsi Dewan Pengawas Syariah yang terdapat dalam setiap perusahaan asuransi syariah. Dalam hal ini perlu adanya transfer pengetahuan dari para praktisi asuransi syariah pada kalangan anggota DPS.
4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dan mendalam tentang kesesuaian praktik asuransi syariah di Indonesia dengan ketentuan-ketentuan dasar yang melandasi operasionalnya, khususnya yang berkenaan dengan ketentuan dasar yang mengacu pada prinsip dasar ekonomi Islam.

D. Hal-hal yang Menimbulkan Keberatan Islam terhadap Asuransi Konvensional

1. Asuransi konvensional adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah kewajiban tertanggung untuk membayar premi asuransi dan kewajiban penanggung membayar klaim asuransi jika terjadi evenement.
2. Akad asuransi ini adalah akad muawadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.
3. Akad asuransi adalah akad yang bersifat gharar, karena masing-masing dari kedua belah pihak penanggung dan tertanggung pada waktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang akan diterima.
4. Akad asuransi ini adalah akad idzan (penundukan) terhadap pihak yang kuat yaitu perusahaan asuransi, karena dialah yang menentukan syarat-syarat pertanggungan secara sepihak sebagaimana yang tertuang dalam polis asuransi.


Gharar yang terdapat dalam Kontrak Asuransi dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Hukum Islam menegaskan bahwa tidak boleh ada kesamaran mengenai kewajiban-kewajiban yang dilaksanakan oleh para pihak terhadap suatu kontrak. Objek kontrak, khususnya harus ditentukan (diketahui / ma’lum). Syarat ini ketat, terutama terhadap objek-objek yang dapat diukur / ditimbang yang dapat dikenai larangan riba. Dan diantara sebab-sebab yang merusak suatu kontrak adalah perbuatan memperkaya diri secara tidak benar dan adanya gharar, kontrak asuransi tidak sah menurut hukum Islam jika tidak terlepas dari sebab-sebab ini.
b. Syarat jaminan tidak boleh bersifat tidak pasti karena menyebabkan ketidakabsahan kontrak secara keseluruhan. Sedangkan menurut pendapat lain syarat-syarat yang tidak sah diabaikan saja sedangkan kontrak itu sendiri tetap berlaku asalkan ia langsung dibayarkan karena sesuai prinsip Islam yang tidak membolehkan penundaan dalam penyerahan dan pemilikan timbal balik atas barang-barang yang dipertukarkan dan harus berlangsung pada saat kontrak. Yaitu pihak asuransi langsung membayarkan ganti rugi tanpa menunggu adanya kejadian seperti kecelakaan dan musibah lainnya. Akan tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan dalam asuransi sehingga keserupaan kontrak asuransi dengan kafalah adalah berbeda.
c. Yang menjadi subject-matter dalam kontrak asuransi adalah jaminan risiko (kompensasi) yang sesuai dengan perhitungan premi. Jadi asuransi adalah sejenis kontrak penjualan sebagaimana jelas dari polis asuransi. Dalam kontrak ini kompensasi ditentukan berdasarkan risiko, yang tidak pernah memberikan hasil yang pasti. Objek yang tidak dapat diraba atau tidak tentu, tidak mungkin menjadi subject matter dari sebuah kontrak penjualan menurut hukum Islam. Kontrak ijarah yang dijadikan qiyas oleh pihak pendukung asuransi tidak dapat disamakan dengan asuransi. Sebagai contoh kontrak ijarah untuk satpam yang menjadi subject matter adalah jasa menjaga keamanan, sedangkan keamanan itu sendiri bukanlah subject matter akan tetapi merupakan konsekuensi dari kontrak tersebut. Singkatnya, kontrak asuransi haram karena subject matternya tidak pasti dan tidak tentu.
d. Tujuan kontrak adalah mengalihkan risiko kerugian yang bernilai uang dari satu pihak ke pihak lain, yaitu dari pihak nasabah ke pihak perusahaan asuransi. Dalam asuransi bersama, risiko tidak dialihkan akan tetapi dipikul bersama oleh anggota asuransi tersebut. Akan tetapi dalam asuransi konvensional risiko ini bukan untuk ditanggung bersama dengan prinsip tolong menolong melainkan untuk diperjualbelikan.

E. Kedudukan kontrak asuransi konvensional di mata Islam

Kontrak asuransi konvensional dianggap sebagai kontrak penjualan yaitu suatu janji dari satu pihak (perusahaan asuransi) bahwa, sebagai balasan atas pembayaran, atau janji pembayaran, sejumlah uang yang disebut premi oleh pihak lain (nasabah peserta asuransi). Jika terjadi kerugian pada pihak kedua maka pihak pertama akan membayar nilai uang sampai batas maksimum yang telah disetujui.

Kedudukan kontrak asuransi konvensional di mata Islam :
a. Dapat disimpulkan bahwa kedudukan kontrak asuransi konvensional di mata Islam dipersamakan dengan kontrak sharf yaitu pertukaran mata uang dengan mata uang yang berlaku baginya doktrin riba dan mengharuskan adanya kesetaraan barang-barang yang dipertukarkan itu dalam persetujuan dan juga adanya saling penyerahan mereka pada saat kontrak. Kedua syarat ini harus dilaksanakan dengan seksama oleh para pihak, tapi yang terjadi pada kontrak asuransi adalah sebaliknya sehingga kontrak inipun tidak sah.
b. Sedangkan asuransi kewajiban (liabilitas) yang dipersamakan dengan ‘aqd al-muwalat (wala’ yaitu hubungan perlindungan dan persahabatan). Wala’ ini diadakan menurut undang-undang antara pembebas dan budaknya yang dibebaskan berkaitan dengan tujuan-tujuan waris. Akan tetapi pada perkembangannya, Syafii berpendapat bahwa umat Islam menjadi ahli waris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris. Hak waris tidak bisa dilanggar oleh wasiat seluruh harta, maka hak umat Islam juga tidak bisa dirusak oleh ‘aqd al muwalat. Jadi prinsip ini tidak dapat diterapkan pada asuransi kewajiban. Selain itu perbedaan mendasar antara keduanya adalah kontak asuransi direncanakan untuk menutupi risiko yang tidak ditentukan, sedangkan al muwalat hanya untuk menutupi kerugian pada saat kerugian tersebut benar-benar terjadi.

F. Argumen tentang Kontrak Asuransi Modern

Para ulama berbeda pendapat mengenai kontrak asuransi modern menurut hukum Islam, berikut alasan yang mengharamkan dan jawabannya :
1. Asuransi merupakan kontrak perjudian dan pertaruhan.
Asuransi bukan perjudian, juga bukan pertaruhan karena didasarkan pada mutualitas (kebersamaan) dan kerja sama. Perjudian adalah suatu permainan keberuntungan dan, karenanya, merusak masyarakat. Asuransi adalah suatu anugrah bagi umat manusia, karena ia melindungi mereka dan memberikan keuntungan bagi perdagangan dan industri.
2. Asuransi bersifat tidak pasti
Ketidakpastian dalam transaksi dilarang dalam Islam karena menyebabkan perselisihan. Jelas dari ucapan-ucapan Nabi SAW bahwa kontrak penjualan dilarang bila penjual tidak sanggup menyerahkan barang yang dijanjikan kepadapembeli karena sifatnya yang tidak tentu. Seekor burung di udara atau seekor ikan di air, misalnya, tidak dapat diserahkan jika tidak ditangkap, dan tertangkapnyapun tidak pasti. Karena suatu ketidakpastian tidak dapat dihindarkan dalam transaksi dunia modern, maka dapat disimpulkan bahwa ucapan Nabi SAW itu menyinggung kasus-kasus dimana ketidakpastian muncul dalam bentuk ekstremnya, seperti dalam perjudian. Menurut keterangan ini, asuransi jauh dari ketidakpastian, khususnya ketika disertai dengan satu kompensasi (ganti rugi) yang pasti. Sebenarnya, kompensasi nyata dalam asuransi adalah keamanan yang dirasakan oleh peserta asuransi sebagai pengganti untuk setiap cicilannya.
3. Asuransi jiwa adalah alat dengan mana suatu usaha dilakukan untuk mengganti kehendak Tuhan.
Asuransi jiwa bukan alat untuk menolak kekuasaan Tuhan atau menggantikan kehendakNya, karena asuransi ini tidak menjamin suatu peristiwa yang tidak terjadi, tapi sebaliknya mengganti kerugian kepada peserta asuransi terhadap akibat-akibat dari suatu peristiwa atau risiko yang sudah ditentukan, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah (5) : 2.
...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Kematian adalah suatu malapetaka menurut Al-Qur’an Surat Al-Maidah (5) : 106.
Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian...
Oleh karena itu bisa diambil langkah-langkah untuk memperkecil keseriusan akibatnya dan kerugiannya dengan cara bekerjasama saling menolong dan membantu.
4. Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tentu, karena peserta asuransi tidak tahu berapa kali cicilan yang akan dibayarnya sampai ia meninggal.
Para tokoh Hanafi mengadakan pembedaan antara ketidakjelasan yang menyebabkan kerancuan sehingga kontraknya tidak dapat dilaksanakan dengan ketidakjelasan yang tidak mempengaruhi pelaksanaan. Contohnya: bahwa persyaratan untuk semua kewajiban dinyatankan sah dengan alasan bahwa ia tidak menimbulkan kesalahpahaman apapun, sedangkan persyaratan dinyatakan tidak sah jika hanya untuk sebagian kewajiban saja. Begitupula dengan cicilan dalam asuransi jiwa tidak mempengaruhi keabsahan kontrak, juga tidak merugikan pihak manapun, karena jumlah tiap cicilan diketahui dan jumlah total dari semua cicilan diketahui pada saat semuanya sudah dibayar.
5. Perusahaan asuransi mengivestasikan uang yang dibayarkan oleh peserta asuransi dalam surat-surat berharga (sekuritas) berbunga. Dan, dalam asuransi jiwa, si peserta asuransi, atas kematiannya, berhak mendapatkan jauh lebih banyak dari jumlah yang telah dibayarkannya, yang merupakan riba (bunga).
Asuransi jiwa ini membolehkan peserta asuransi untuk tidak menerima lebih dari yang telah dibayarnya.
6. Seluruh bisnis asuransi didasarkan pada riba, yang hukumnya haram.

G. Pandangan Ulama mengenai Asuransi

Diantara ulama yang mengharamkan Asuransi :
1. Ibnu Abidin, ulama Madzhab Hanafi
Berpendapat bahwa asuransi adalah haram, karena uang setoran peserta (premi) tersebut adalah iltizam maa lam yalzam (mewajibkan sesuatu yang tidak lazim / wajib). Juga diumpamakan sebagai pedagang tidak boleh mengambil uang pengganti dari barang-barangnya yang telah musnah.
2. Muhammad Bakhit al-Muthi’i (Mufti Mesir) Menurut hukum syara’, jaminan atas harta benda adakalanya dengan tanggungan (kafalah) atau dengan jalan ta’addiy (itlaf).
Adapun jaminan dengan jalan kafalah dalam hal ini tidak terjadi karena persyaratan kafalah yaitu makful bih, utang yang benar tidak jatuh tempo disebabkan pelunasan atau pembebasan, atau benda yang dipertanggungkan dirinya. Bahkan makful anhu wajib menyerahkan bendanya itu sendiri untuk makful lahu. Jika benda itu musnah, maka diganti dengan benda-benda yang sebanding.
Adapun dengan cara ta’addiy (itlaf) juga tidak benar karena perusahaan yang menerima jaminan tidak melakukan pengrusakan atas peserta asuransi, namun lebih disebabkan oleh musibah dan malapetaka.
3. Muhammad al-Ghazali
Mengatakan bahwa asuransi adalah haram karena mengandung riba. Beliau melihat riba tersebut dalam pengelolaan dana asuransi dan pengembalian premi yang disertai bunga ketika waktu perjanjian telah habis.
4. Yusuf Qardhawi
Mengatakan bahwa asuransi (konvensional) dalam praktik sekarang ini bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Contohnya : dalam asuransi kecelakaan
5. Syekh Abu Zahri
Mengatakan bahwa asuransi sosial hukumnya halal, sedangkan asuransi yang bersifat komersial hukumnya haram.
6. Dr. Muhammad Muslehuddin
Mengatakan bahwa kontrak asuransi konvensional ditolak oleh ulama dikarenakan asuransi bersifat tidak pasti, sementara penyokong modernis Islam membolehkannya.
7. Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili
Mengatakan bahwa pada hakikatnya akad asuransi termasuk ke dalam ‘aqd gharar yaitu akad yang tidak jelas tentang ada tidaknya sesuatu yang diakadkan.
8. Dr. Husain Hamid Hisan
Mengatakan bahwa akad asuransi adalah Mu’awadhah Maliyah yang mengandung gharar yaitu perjanjian dimana saling memberikan pengganti berupa harta /uang yang mengandung gharar. Akad asuransi juga mengandung riba, judi dan taruhan.
9. Pandangan-pandangan ulama pada lembaga internasional maupun nasional, muktamar atau fatwa oleh majelis, majma’ dan atau ormas Islam
1.) Muktamar Ekonomi Islam, di Mekkah tahun 1976 M.
Memutuskan bahwa asuransi konvensional hukumnya haram karena mengandung riba dan gharar.
2.) Majma’ al-Fiqih al-Islami al-‘Alami (Kesatuan Ulama Fiqih Dunia), di Mekkah al-Mukarramah tahun 1979 M.
Memutuskan bahwa asuransi jenis perniagaan haram hukumnya, baik asuransi jiwa maupun yang lainnya.
3.) Majelis Kesatuan Ulama Besar, di Arab Saudi tahun 1977 M
Memutuskan bahwa asuransi jenis perniagaan hukumnya haram.
4.) Majma’ al-Fiqih al-Islami, di Jeddah tahun 1985 M.
Memutuskan pengharaman asuransi jenis perniagaan (konvensional)
5.) Pekan Fiqh Islam II – Pekan Ibnu Taimiyah, di Damaskus tahun 1961 M. dan Mu’tamar II Lembaga Research Islam, di Al-azhar Kairo tahun 1965 M.
Memutuskan bahwa asuransi konvensional bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalat dalam Islam.
6.) Fatwa Jawatan Kuasa Kebangsaan Malaysia, 15 Juni 1972.
Memutuskan bahwa asuransi jiwa tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, dimana mengandung gharar, judi dan riba sehingga hukumnya haram.
7.) Fatwa Kerajaan Arab Saudi
Memutuskan bahwa Asuransi saat ini bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam sehingga diperlukan pengaturan dan persyaratan-persyaratan tertentu agar sesuai dengan ketentuan syara’.
8.) Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia)
Pada prinsippnya MUI menolak asuransi konvensional, tetapi menyadari realita dalam masyarakat bahwa asuransi tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, DSN MUI dalam fatwanya memutuskan bahwa asuransi syariah diperbolehkan dengan berbagai ketentuan sesuai dengan Pedoman Umum Asuransi Syariah.

Diantara ulama yang membolehkan Asuransi :
1. Syaikh Abdur Rahman Isa
Menurutnya, perjanjian asuransi adalah sama dengan perjanjian al-ji’alah (memberi janji upah), pekerjaan ini menghasilkan kemaslahatan ekonomi dan perusahaan asuransi dengan nasabah saling mengikat dalam perbuatan ini atas dasar saling meridhai.
2. Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa
Mengatakan bahwa asuransi merupakan koperasi yang menguntungkan masyarakat, dimana asuransi jiwa dapat menguntungkan nasabah dan perusahaan yang mengelola asuransi tersebut.
3. Syekh Abdul Wahab Kholaf
Mengatakan bahwa asuransi itu boleh, dikarenakan termasuk ke dalam akad mudharabah yaitu perjanjian persekutuan dalam keuntungan dengan modal yang diberikan oleh satu pihak dan dengan pihak lain.
4. Prof. Dr. Muhammad al-Bahi
Mengatakan bahwa asuransi itu hukumnya halal dikarenakan merupakan suatu usaha yang bersifat tolong-menolong, memperluas lapangan kerja baru, dapat mengembangkan harta benda dan suatu usaha untuk menjamin anggotanya yang jatuh melarat karena suatu musibah.
5. Ustadz Bahjaj Ahmad Hilmi
Mengatakan bahwa tujuan asuransi ialah meringankan dan memperlunak tekanan kerugian dan memelihara harta nasabah.
6. Syaikh Muhammad Dasuki
Mengatakan bahwa asuransi itu hukumnya halal dikarenakan asuransi sama dengan syirkah mudharabah dan akad kafalah atau syirkatul ‘ainan juga pelaksanaannya berdasarkan Firman Allah SWT dalam surah al-An’aam ayat 82.
7. Dr. Muhammad Najatullah Shiddiq
Menganalogikan asuransi dengan kafalah atau ganti rugi.
8. Syaikh Muhammad Ahmad, MA, LLB.
Mengatakan bahwa asuransi jiwa dan konvensional boleh, dikarenakan persetujuan asuransi tidak menghilangkan arti tawakal kepada Allah, didalam asuransi tidak ada pihak yang dirugikan dan merugikan juga tujuan dari asuransi yaitu kerjasama dan tolong menolong.
9. Syaikh Muhammad al-Madni
Mengatakan bahwa asuransi hukumnya menurut syara’ boleh, dikarenakan premi (iuran) asuransi itu diinventasikan dan bermanfaat untuk tolong menolong.
10. Prof. Mustafa Ahmad az-Zarqa
Mengatakan bahwa sistem asuransi ini memberi keamanan dan ketenangan hati bagi para anggotanya.

H. Dalil-Dalil Syar’i Yang Mendasari Pendirian dan Praktik Asuransi Syariah

1. Perintah Allah untuk mempersiapkan hari depan.
Allah SWT dalam Al-Quran memerintahkan kepada hambaNya untuk senantiasa melakukan persiapan untuk menghadapi hari esok, oleh karena itu berkaitan dengan usaha untuk menabung atau berasuransi.
Allah berfirman dalam Surat Al-Hasyr (59) : 18
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
2. Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermuamalah
QS An-Nisa (4) : 58
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
QS Al-Baqarah (2) : 280
Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
An-Nisa (4) : 29
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Al-Baqarah (2) : 198
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.
3. Perintah Allah untuk saling bertanggungjawab.
Dalam Islam, memikul tanggung jawab dengan niat baik dan ikhlas adalah suatu ibadah. Sehingga prinsip kebersamaan dan kesejahteraan setiap individu dapat terjamin. Disinilah pentingnya konsep asuransi. Hal ini dapat kita lihat dalam beberapa hadits Nabi SAW berikut :
Kedudukan persaudaraan orang yang beriman satu dengan yang lainnya ibarat satu tubuh. Bila salah satu anggota tubuh sakit, maka akan dirasakan sakitnya oleh anggota tubuh yang lain. (HR Bukhari dan Muslim)
Barangsiapa yang tidak mempunyai perasaan belas kasihan, maka ia juga tidak mendapat belas kasih dari Allah. (HR Bukhari dan Muslim)
4. Perintah Allah untuk Saling Bekerjasama dan Bantu Membantu
Dalam asuransi syariah, para peserta satu sama lain bekerjasama dan saling menolong melalui instrumen dana tabarru’ (kebajikan) sesuai firman Allah SWT dalam QS Al-Maidah (5) : 2
Sedangkan dalam hadits :
Barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya, Allah akan memenuhi hajatnya (HR Bukhari Muslim dan Abu Dawud)
5. Perintah Allah untuk saling melindungi dalam keadaan susah
Allah SWT sangat peduli dengan kepentingan keselamatan dan keamanan dari setiap umatnya. Oleh karena itu, Allah memerintahkan untuk saling melindungi dalam keadaan susah satu sama lain. Allah berfirman dalam QS Quraisy (106) : 4
Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
Dan dalam hadits
Sesungguhnya orang yang beriman ialah barangsiapa yang memberikan keselamatan dan perlindungan terhadap harta dan jiwa manusia. (HR Ibnu Majah)
6. Hadits-hadits Nabi SAW tentang prinsip bermuamalah
Ada beberapa hadits yang berkaitan dengan prinsip-prinsip muamalah diantaranya :
Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya. (HR Muslim)
Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain. (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan Malik)
7. Kaidah-kaidah fiqh tentang muamalah
“Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
“Menghindarkan mafsadat (kerusakan/bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.”
“Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”

I. Pendapat Yang Menjadi Alasan Dibolehkannya Asuransi Syariah

1. Asuransi tidak bertentangan dengan takdir.
Sesungguhnya berasuransi bukan berarti menghilangkan tawakal kepada Allah, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini ditentukan oleh Allah manusia hanya berusaha sebisanya. Jadi pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan, dan kematian merupakan qadha dan qadar dari Allah. Hal ini tidak dapat ditolak hanya saja kita juga diperintahkan untuk membuat perencanaan untuk menghadapi hari depan. Dengan mengikuti asuransi kita dapat mempersiapkan diri, melakukan ikhtiar antara lain dengan menyisihkan sebagian harta yang kita miliki melalui asuransi bersama dengan saudara-saudara kita yang lainnya. Sehingga jika takdir menjemput kita, maka persiapan-persiapan untuk keluarga yang kita tinggalkan dalam batas tertentu sudah tersedia.
2. Asuransi bukan judi / taruhan (maysir).
Salah satu ulama berpendapat bahwa sesungguhnya asuransi itu tidak termasuk judi / taruhan dengan alasan judi atau taruhan adalah suatu permainan yang hanya membuang-buang waktu juga merupakan penyakit moral, penyakit sosial, dan hambatan untuk menghasilkan insan yang berkualitas. Sedangkan dalam akad asuransi yang kita kenal selama ini hal tersebut tidak ada. Akad asuransi berdasarkan atas asas memperbaiki akibat-akibat malapetaka atau bencana atau peristiwa yang menimpa jiwa atau harta seseorang.

J. Kesimpulan

Dari berbagai pendapat dan penjelasan ulama yang diuraikan di atas, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa asuransi syariah diperbolehkan, sedangkan asuransi komersial seperti yang diterapkan dalam asuransi konvensional tidak diperbolehkan karena banyak mengandung unsur gharar dan riba.

Daftar Pustaka

Digital Qur’an ver 3.2
Anshori, H. Abdul Ghofur, Asuransi Syariah di Indonesia (Regulasi dan
Operasionalisasinya di dalam Kerangka Hukum Positif di Indonesia). Yogyakarta : UII Press. 2007.
Muslehuddin, Muhammad, Menggugat Asuransi Modern : Mengajukan Suatu Alternatif
Baru dalam Perspektif Hukum Islam (Terjemahan). Jakarta : PT Lentera
Basritama. 1999.
Rodoni, Ahmad, Prof. Dr., dan Prof Dr. Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah.
Jakarta : Zikrul Hakim. 2008.
Sudarsono, Heri, S.E., Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi.
Yogyakarta : Ekononisia. 2003.
Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (Life and General) : Konsep dan Sistem
Operasional. Jakarta : Gema Insani Press. 2004.

Emas dan Perak: Currency of Heaven

Masa sih menabung itu buruk? Padahal kan dari kecil kita sudah diajarkan bahwa menabung itu baik! Benar, menabung itu baik.. tapi sayaaang sekali pelajaran keuangannya tidak dilanjutkan. Menabung yg kita kenal sejak kecil adalah menabung uang kertas, fiat money, satu2nya mata uang yg kita kenal saat itu. Tapi coba pikirkan fakta ini: jika kita menabung Rp 1000 per hari yang saat itu sudah dianggap besar (dulu uang saku 500 perak bisa utk makan kenyang di sekolah) apakah sekarang dengan uang itu kita sudah bisa membeli rumah? hwaah.. jangan harap deh, harga rumah naik (baca: inflasi) tiap tahun kok, begitu juga harga2 barang lainnya (500 bisa makan apa sekarang? gorengan kecil 1 biji?)

Bahkan rate pertambahan menabung di bank pun (bunga di konvensional dan bagi hasil di syariah) akan kalah dengan tingkat inflasi yg dipublikasikan oleh bank sentral kita, BI. Padahal tingkat inflasi makro yang dirilis itu biasanya jauh lebih kecil dari kenyataan yg kita alami di kehidupan sehari-hari.

Jadi, bukannya tidak perlu punya tabungan uang kertas di bank.. cadangan dana likuid yang bisa digunakan dalam transaksi begitu dibutuhkan juga harus ada. Dan para financial planner punya berbagai batasan tertentu utk jumlah minimal dana ini: dari 2 x pengeluaran bulanan sampai 12 x. Besar yang ideal bisa berbeda2 utk masing2 keuangan pribadi dan keluarga yang tergantung kondisi.

Tapi begitu kita ingin punya tabungan rutin yang diniatkan akan berlangsung untuk jangka panjang: beli rumah atau mobil, sekolah dan kuliah anak, naik haji, pensiun, dll kita harus punya alternatif lain daripada hanya menabung di bank. Jangka panjang itu kira2 berapa tahun ya? yah.. utk personal finance untuk kebutuhan sekitar 5 tahun mendatang deh (dalam 3 tahun terakhir saja harga rumah di perumahan ini sudah naik dri 45jt jadi 67jt).

Alternatifnya bisa macam2, dan pilihannya tergantung karakteristik risk tolerance masing2 individu dari mulai saham, komoditas, hingga digunakan utk bisnis. Kali ini kita membahas emas dan perak saja deh, yang sedang booming skrg dan tingkat resikonya tidak terlalu tinggi utk skala keuangan pribadi dan keluarga.

Tadi membandingkan harga dulu dengan sekarang dlm rupiah, skrg dibandingkan dengan harga emas dan perak, biaya haji yang dalam rupiah naik, jika dihitung dengan harga emas jadi turun.. yang moderat seperti harga rumah dan biaya sekolah jg tidak naik. Memang dengan harga emas yang sedang tinggi2nya sekarang, beberapa ahli ekonomi memprediksi kejatuhan harga emas yg drastis karena setiap ada kenaikan pasti ada penurunan. Jadi kalau mau menabung, atau investasi, dalam emas sebaiknya yang moderat saja.. sesuai kebutuhan pribadi dan sesuai dana yang ada. Dalam investasi, go with the crowd biasanya berujung buruk.

Selain itu kita juga harus memperhatikan larangan berspekulasi dlm ekonomi syariah. Jangan sampai karena melihat harga emas yang naik terus kita jadi "kalap" beli emas banyak2 dan lebih dari kebutuhan. Nanti malah buruk secara makro, bikin inflasi uang kertas makin tinggi (harus mikirin uang kertas juga soalnya kan kita belanja di supermarket dan beli bensin sehari2 masih pake rupiah). Padahal segala aturan ekonomi syariah kan dibuat untuk menghindari kehancuran ekonomi secara makro yang akan berpengaruh pada ekonomi mikro, ya kantong kita2 ini.

Jadi, aku mau beli emas atau perak ah sekarang, sedikit ajaa.. untuk tabungan jangka menengah. Alhamdulillah baru dpt rezeki akhir tahun (masehi) kmarin, plus supaya ga gampang "jajan" karena liat saldo di rekening bank masih banyak. Hehe..

Di bawah ini ada makalah ilmiah mengenai emas dan perak yang dilambangkan dengan dinar dan dirham (jadi menimbulkan pembahasan lain lagi ya.. apa bedanya dan apa pengaruhnya untuk investasi pribadi emas dalam bentuk perhiasan, logam mulia, dan dinar. for next time, ok!)



DINAR DAN DIRHAM

A. Pendahuluan

Umat Islam telah akrab dengan mata uang yang terbuat dari emas disebut dinar, dan mata uang yang terbuat dari perak disebut dirham. Secara bahasa, dinar berasal dari kata denarius (Romawi Timur) dan dirham berasal dari kata drachma (Persia). Menurut hukum Islam, uang yang dipergunakan adalah setara 4,25 gram emas 22 karat dengan diameter 23 milimeter. Standar ini telah ditetapkan pada masa Rasulullah SAW dan telah dipergunakan oleh World Islamic Trading Organization (WITO) hingga saat ini. Sedangkan uang dirham setara dengan 2.975 gram perak murni. Dinar dan Dirham adalah mata uang yang berfungsi sebagai alat tukar baik sebelum datangnya Islam maupun sesudahnya. Mata uang ini telah digunakan secara praktis sejak kelahiran Islam hingga runtuhnya khalifah Utsmaniyah di Turki pasca perang Dunia ke I.

B. Sejarah Mata Uang Emas (Dinar) dan Perak (Dirham)

Sejarah perkembangan dinar dirham menurut Al-Maqrizi seorang ahli fiqh dan sejarah adalah sebagai berikut :
1. Pada saat Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rasul, bangsa arab pada umumnya menggunakan mata uang Dirham Persia dan Dinar Romawi dalam muamalah mereka. Hal ini disetujui oleh Rasulullah SAW, dan akhirnya ditetapkan sebagai mata uang yang sah dan berlaku bagi umat islam. Karena itu selain keduanya dipakai sebagai mata uang yang beredar secara sah. Disamping digunakan sebagai alat tukar, dinar dan dirham juga dijadikan sebagai standar ukuran hukum-hukum syar’i seperti kadar zakat dan ukuran pencurian.
2. Pada masa kekhalifahan Umar Bin Khattab pada tahun 20 Hijriah, yaitu tahun kedelapan kekhalifahan Umar bin Khattab beliau menerbitkan mata uang Dirham kisrah (Persia) dengan menambahkan di salah satu sisinya kalimat “Alhamdulillah” dan di sisi lainnya “Laa Ilaha Illallah“. Dan ada juga di sisi lainnya kalimat “ Muhammad Rasulullah” ,pada masa Utsman bin Affan juga diterbitkan Dirham dan di beri tambahan kalimat “Allahu Akbar”
3. Pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sofyan juga diterbitkan Dinar Dirham. Begitu juga dengan pemerintahan Abdullah bin Zubeir di Mekkah, ia menerbitkan sendiri mata uang dirhamnya yang berbentuk bulat. Bahkan ini adalah bentuk dirham pertama kali yang bulat.
4. Akan tetapi reformasi moneter terbesar dalam sejarah mata uang islam adalah pada pemerintahan Abdul malik bin Marwan.tepatnya pada tahun 77 H / 697 M. Pada masa itu pemerintahan Islam benar-benar sudah terlepas dari mata uang asing (Romawi) karena mereka menerbitkan sendiri Dinar Dirhamnya. Sejak saat itulah orang Islam memiliki Dinar dan Dirham Islam yang secara resmi di gunakan sebagai mata uangya .
5. Dalam perjalanannya sebagai mata uang yang digunakan, dinar dan dirham cenderung stabil dan tidak mengalami inflasi yang cukup besar selama ± 1500 tahun. Penggunaan dinar dirham berakhir pada runtuhnya khalifah Islam Turki Usmani 1924.

C. Keunggulan dan Manfaat Penggunaan Dinar

Ada beberapa alasan dari penggunaan mata uang dinar Islam dalam menuju stabilitas sistem moneter, antara lain :
o Uang yang stabil
Perbedaan uang dinar dengan uang fiat adalah kestabilan nilai uang tersebut. Setiap mata uang dinar mengandung 4,25 gram emas 22 karat dan tidak ada perbedaan ukuran emas yang di kandung dinar pada setiap negara, tidak ada perbedaan nilai dinar yang digunakan di Irak dengan dinar yang digunakan di Arab Saudi. Uang dinar tidak mengalami inflasi sejak zaman Rasulullah SAW hingga sekarang.
o Alat tukar yang tepat
Dengan adanya nilai yang stabil dan standar yang sama di setiap negara, dinar akan memberikan kemudahan dan kelebihan bagi masyarakat untuk melakukan transaksi domestik dan transaksi internasional sekalipun. Selain itu dinar adalah mata uang yang berlaku secara sendirinya, jadi uang dinar emas adalah uang yang sudah dikenal selama berabab-abad, sehingga tidak diperlukan adanya proses penghalalan dan pengesahan sebagai uang.

o Mengurangi spekulasi, manipulasi, dan arbitrase.
Nilai dinar yang sama akan mengurangi tingkat spekulasi dan arbitrase di pasar valuta asing, karena kemungkinan perbedaan nilai tukar akan sulit terjadi.

Berbagai manfaat dari penggunaan Dinar dan Dirham :
1. Dinar dan Dirham adalah mata uang yang stabil sepanjang zaman, tidak menimbulkan inflasi dari proses penciptaan uang atau money creation dan juga bebas dari proses penghancuran uang atau yang dikenal dengan money destruction
2. Dinar dan dirham adalah alat tukar yang sempurna karena nilai tukarnya terbawa (inherent) oleh uang Dinar atau Dirham itu sendiri –bukan karena paksaan legal seperti mata uang kertas yang nilainya dipaksakan oleh keputusan yang berwenang (maka dari itu disebut legal tender).
3. Penggunaan Dinar dan Dirham dapat mengeliminir penurunan ekonomi atau economic downturn dan resesi karena dalam sistem Dinar dan Dirham setiap transaksi akan didasari oleh transaksi disektor riil.
4. Penggunaan Dinar dan Dirham dalam suatu negara akan mengeliminir resiko mata uang yang dihadapi oleh negara terebut, apabila digunakan oleh beberapa negara yang berpendudukan islam.
5. Penggunaan Dinar dan Dirham akan menciptakan sistem moneter yang adil yang berjalan secara harmonis dengan sector riil. Sektor riil yang tumbuh bersamaan dengan perputaran uang Dinar dan Dirham, akan menjamin ketersediaan kebutuhan masyarakat pada harga yang terjangkau.
6. Berbagai masalah sosial seperti kemiskinan akan kesenjangan akan dengan sendirinya menurun atau bahkan menghilang.
7. Kedaulatan negara akan terjaga melalui kestabilan ekonomi yang tidak terganggu oleh krisis moneter atau krisis mata uang yang menjadi pintu masuknya kapitalis-kapitalis asing untuk menguasai perekonomian negara. Dan akhirnya juga menguasai politik keamanan sampai kedaulatan negara.
8. Hanya uang emas (Dinar) dan perak (Dirham), yang bisa menjalankan fungsi uang modern dengan sempurna yaitu fungsi alat tukar (medium of exchange) fungsi satuan pembukuan (unit of account), dan fungsi penyimpanan nilai (store of value). Ketiga fungsi ini sebenarnya telah gagal diperankan oleh uang fiat dengan alasan berikut:
a. Uang fiat tidak bisa memerankan secara sempurna fungsi sebagai alat tukar yang adil karena nilainya yang berubah-ubah.
b. Sebagai satuan pembukuan uang kertas juga gagal karena nilainya yang tidak konsisten, nilai uang yang sama tahun ini akan berbeda dengan tahun depan, dua tahun lagi dan seterusnya.
c. Sebagai fungsi penyimpan uang nilai, jelas uang fiat sudah membuktikan kegagalannya, kita tidak dapat mengandalkan uang kertas kita sendiri.

D. Dinar vs Sistem Standar Emas

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dinar dan dirham sudah digunakan sebagai mata uang sejak sebelum turun risalah Islam melalui Rasulullah SAW. Dalam perkembangan selanjutnya negara-negara di dunia tetap memakai standar emas dalam perekonomian internasional. Meskipun waktu tepatnya tidak dapat dipastikan, namun gold standard ini mulai ditetapkan dalam kurun waktu 1880 sampai dengan 1890. Dalam standar emas ini mata uang negara di dunia dinilai berdasarkan berapa nilai mata uang tersebut dalam menghargai emas. Misalnya negara A senilai 0,1 ons emas dan negara B senilai 0’2 ons emas, maka 1 unit B senilai dengan dua kali harga A. Dengan demikian nilai tukar keduanya adalah 1B=2A.

E. Stabilitas Dinar

Stabilitas harga berarti terjaminnya keadilan uang dalam fungsinya sehingga perekonomian akan relatif berada dalam kondisi yang memungkinkan teralokasinya sumber daya secara merata, terdistribusinya pendapatan, optimum growth, full employment, dan stabilitas perekonomian. Menurut teori ekonomi, kestabilan nilai mata uang dapat dibagi ke dalam dua aspek :
1. Kestabilan nilai mata uang dilihat dari berfluktuatifnya nilai uang terhadap harga barang dan jasa, yang lebih lanjut kita rasakan dengan adanya inflasi dan deflasi. Konsep ini merupakan kestabilan nilai uang dalam konteks open economy.
2. Kestabilan nilai mata uang dilihat dari berfluktuatifnya nilai uang terhadap nilai uang mata uang negara lain yang lebih lanjut kita rasakan dengan adanya depresiasi dan apresiasi mata uang. Konsep ini merupakan kestabilan nilai uang dalam konteks closed-economy.
Berikutnya akan diuraikan mengapa dinar dan dirham memenuhi persyaratan kestabilan nilai mata uang baik dalam perekonomian tertutup, perekonomian terbuka, maupun dalam sudut pandang penggagas utama kembalinya uang dinar ke dalam perekonomian.

1. Stabilitas Dinar menurut Quantity Theory Of Money dalam Perekonomian Tertutup
Dengan menggunakan standard emas, maka dapat dijelaskan pula bagaimana mekanisme keseimbangan neraca pembayaran disetiap negara, yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat harga secara umum di masing-masing negara. Berikut ini juga akan terlihat bagaimana perubahan money supply akan berpengaruh terhadap tingkat harga secara umum, sebagaimana diutarakan oleh David Hume dengan formulasi
MV = PQ4
M = money supply
V = velocity of money – average number of time each dollar is spent
P = price level
Q = quantity or number of transaction paid for with money
Negara X yang neraca pembayarannya mengalami defisit pada saat yang bersamaan akan mengalami outflow dari emas, ini berarti money supply juga ikut berkurang yang selanjutnya akan menurunkan tingkat harga secara umum.
Sebaliknya negara Y yang mengalami surplus akan mendapati aliran masuk emas ke dalam negara tersebut, artinya money supply ikut naik.
Asumsi ceteris paribus dengan formulasi quantity theory of money, maka harga-harga ikut naik juga. Namun demikian negara X yang mengalami defisit akan mengalami kenaikan ekspor secara tajam akibat harga-harga yang turun, sebaliknya negara Y yang mengalami surplus akan mengalami penurunan tingkat ekspor akibat kenaikan harga-harga secara umum.
Kondisi kedua negara yang berkebalikan tersebut mendorong kepada tercapainya keseimbangan neraca pembayaran di masing-masing negara.

2. Stabilitas Dinar dalam Perspektif Monetarist Model dalam Perekonomian Terbuka
Dengan pendekatan monetarist model dapat kita lihat bahwa nilai tukar dalam standar emas (dinar) relatif stabil dibandingkan sistem fiat money. Ada beberapa keuntungan lainnya diantaranya adalah
1. Money supply tidak bisa dinaikkan semaunya sendiri oleh otoritas moneter karena akan sangat dibatasi oleh cadangan devisa dan cadangan emasnya, hal ini berpengaruh pada terjaganya kestabilan nilai tukar yang ujungnya adalah terjaganya nilai uang itu sendiri.
2. Uang yang beredar di masyarakat akan terserap oleh sektor riil sehingga akan membawa keseimbangan antara sektor moneter (finansial) dengan sektor riil.
3. Kalaupun terjadi apresiasi ataupun depresiasi nilai tukar tetapi fenomena tersebut seiring dengan pertumbuhan output seiring dengan pertumbuhan output akibat volume transaksi di sektor riil.

3. Stabilitas Dinar menurut Pandangan Umar Vadillo
Umar Vadillo adalah penggagas utama kelompok yang mendukung kembalinya uang dinar dalam arti monetisasi (bukan standar emas tapi emas yang dijadikan mata uang) ke dalam perekonomian. Menurut kelompok ini, nilai nominal dan nilai intrinsik dari mata uang dinar dan dirham akan menyatu artinya nilai nominal mata uang yang berlaku akan dijaga oleh nilai intrinsiknya, bukan oleh daya tukar terhadap mata uang lain. Misalnya dolar Amerika naik nilainya, mata uang dinar akan mengikuti senilai dolar menghargai 4,25 gram emas yang terkandung dalam 1 dinar, depresiasi tidak akan terjadi. Jadi dalam pandangan kelompok ini, dengan menggunakan dinar akan terhindar dari inflasi.
Abdul Razzak, salah satu dari kelompok tersebut juga menyebutkan bahwa penurunan nilai dinar atau dirham memang masih akan terjadi, yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah besar. Tetapi keadaan ini kecil kemungkinannya karena penemuan emas besar-besaran biasanya memerlukan usaha eksplorasi dan eksploitasi disamping memakan investasi yang besar, juga waktu yang lama. Tapi andai hal ini terjadi, emas temuan itu akan disimpan menjadi cadangan devisa negara, tidak langsung dilempar ke pasaran. Dengan demikian pengaruh penemuan emas terhadap penurunan nilai emas di pasaran bisa ditekan seminimal mungkin. Disinilah pentingnya ketentuan emas sebagai milik umum harus dikuasai oleh negara.

4. Stabilitas Dinar dalam Pandangan Masyarakat Ekonomi Syariah
Harga emas bisa terjaga daya belinya karena :
1. Ketersediaan emas di seluruh dunia yang terakumulasi sejak pertama kalinya manusia menggunakannya sampai sekarang diperkirakan hanya berkisar 130.000 ton sampai dengan 150.000 ton. Peningkatannya per tahun hanya berkisar antara 1,5 - 2,0 %. Ini cukup namun tidak berlebihan untuk memenuhi kebutuhan manusia di seluruh dunia yang jumlah penduduknya tumbuh sekitar 1,2 % per tahun.
2. Emas tidak bisa rusak atau dirusak. Bisa berubah bentuk dari keping uang emas menjadi perhiasan yang dicampur bahan lain (perak, tembaga, dll), namun apabila dilebur perhiasan tersebut dan dipisahkan campurannya maka akan menyisakan jumlah emas yang sama dengan aslinya.
3. Kepadatan nilai yang tinggi sehingga mudah disimpan. Seluruh emas di dunia yang sebesar 150.000 ton dapat dimuat dalam satu kolam renang besar.
4. Emas mudah dibentuk, dibagi dan dipecah kecil-kecil sehingga memudahkan untuk menggunakannya sebagai alat tukar dengan cara yang paling primitif sekalipun.

F. Dampak Penggunaan Uang Dinar dalam Perdagangan Internasional

Penggunaan uang dinar merupakan suatu solusi atas perekonomian dunia yang menggunakan uang fiat. Penggunaan uang fiat menimbulkan ketidakstabilan perekonomian dunia, untuk mengatasi hal itu dibutuhkan mata uang yang lebih stabil, yaitu dinar emas. Pada tahun 1250 M / 648 H di negara Mesir uang dinar yang dijadikan sebagai dasar moneter pernah dipengaruhi oleh penggunaan uang fulus, yaitu uang campuran dari kuningan dan tembaga. Penggunaan uang fulus dan ditambah oleh kondisi perekonomian yang buruk telah menyebabkan harga yang tidak stabil. Untuk mengatasi hal tersebut menurut Al Maqrizi (768-845 H) adalah :
a. hanya dinar dan dirham yang bisa digunakan sebagai uang
b. menghentikan penurunan nilai uang (debasement of money) dan
c. membatasi penggunaan uang fulus
Pada saat ini, perang uang fulus sudah digantikan oleh uang fiat yang digunakan untuk semua transaksi perdagangan baik dalam negeri maupun luar negeri. Penggunaan dinar merupakan suatu solusi untuk mengatasi berbagai dampak perekonomian yang ditimbulkan oleh penggunaan uang fiat dalam perekonomian dunia.
Ketika perdagangan menggunakan emas, maka indeks harga akan mempertahankan kesesuaian, karena menggunakan sistem emas sangat berperan penting untuk menjaga stabilitas harga di berbagai negara.sebagai contoh, terjadinya kerja sama dagang antara Suriah dengan Perancis dengan mengunakan sistem emas. Suriah mengimpor komoditi dalam jumlah besar dari Perancis, hal ini akan menyebabkan keluarnya emas dari Suriah menuju Perancis dan persediaan emas akan menipis di Suriah. Saat itu harga-harga akan mengalami penurunan di Suriah. Ketika harga-harga komoditi di Suriah menurun, negara lain akan melakukan impor dari Suriah dan saat itu pula emas-emas kembali masuk dan menguat di Suriah. Tetapi ketika perdagangan dunia tidak lagi berjalan dengan bebas, keberadaan uang emas digantikan dengan uang kertas yang berakibat pada perbedaan indeks harga-harga.
Menurut Majdi, siswantoro dan Brozovsky (Stable and Just Global Monetary System, 2002) penggunaan uang dinar yang dilakukan oleh kedua negara dalam perdagangan bilateral akan menyebabkan penyesuaian otomatis terhadap neraca pembayaran (balance of payment) kedua negara. Contoh ketika salah satu negara mengekspor barang ke negara lainnya, maka negara tersebut akan memiliki lebih banyak dinar emas dan jumlah barang yang lebih sedikit. Hal ini menyebabkan terangkatnya harga barang karena adanya ekspor dan dengan tinkat harga yang lebih tinggi serta melakukan penyesuaian otomatis terhadap perbedaan pada neraca pembayaran.
Penggunaan uang dinar dan uang domestik secara bersamaan akan menimbulkan terjadinya spekulasi nilai tukar antara uang kertas dan uang dinar yang pada akhirnya akan menyebabkan runtuhnya sistem uang dinar. Berdasarkan pengalaman tersebut diperlukan adanya pengaturan terhadap uang dinar itu sendiri, berupa (Siswantoro et al, 2002) :
a. Uang dinar hanya boleh digunakan untuk pertukaran barang dan jasa.
b. Nilai moneter dari uang dinar harus lebih tinggi dari nilai intrinsiknya. Hal ini untuk menghindari terjadinya pengumpulan uang dinar untuk dijadikan sebagai perhiasan.
c. Penggunaan uang dinar diperlukan adanya peran dari bank sentral untuk mengontrol dan menentukan jumlah uang dinar yang eksis dan yang beredar. Dengan cara tersebut, arus peredaran uang dinar akan terkontrol dengan baik.
Penggunaan dinar dalam perdagangan internasional terutama dalam perdagangan bilateral akan memberikan berbagai keuntungan diantaranya (Meera, 2004 : 95-98) :
1. Mengurangi dan menghapus resiko nilai tukar. Resiko yang ditimbulkan dari perubahan nilai tukar akan mempengaruhi aktivitas ekonomi dunia terutama perdagangan internasional. Kehadiran uang dinar akan menghapus setiap resiko yang ditimbulkan dari nilai tukar karena dinar adalah mata uang yang stabil dan menguntungkan bagi setiap negara yang melakukan perdagangan, walaupun harga nilai emas berfluktuasi, tetapi tingkat perubahannya lebih kecil dibandingkan dengan tingkat fluktuasi uang kertas saat ini.
2. Penggunaan dinar akan mengurangi terjadinya spekulasi, manipulasi, dan arbitrasi terhadap mata uang nasional. Ketika tiga negara, seperti Malaysia, Indonesia, dan Brunei Darussalam melakukan perdagangan maka akan ada tiga jenis mata uang, Tetapi dengan menjadikan dinar sebagai mata uang tunggal dalam perdagangan, maka tidak akan ada spekulasi atau arbitrasi yang terjadi dalam perdagangan tersebut. Pada prakteknya, situasi ekonomi dan politik sebuah negara akan mempengaruhi nilai tukar mata uangnya dan akan berpengaruh pada pasar dan aktivitas ekonomi, tetapi dengan dinar sebagai mata uang global, hal tersebut tidak akan berpengaruh signifikan karena dinar bukan milik suatu negara tertentu.
3. Penggunaan dinar akan mengurangi biaya transaksi perdagangan dan meningkatkan perdagangan. Jumlah uang dinar yang sedikit akan bisa menutupi transaksi dalam jumlah besar serta memberikan peluang kepada negara yang tidak memiliki cadangan devisa yang cukup sekalipun.
4. Penggunaan uang dinar dalam perdagangan akan meningkatkan perdagangan yang pada akhirnya akan meningkatkan kerjasama antarnegara peserta. Disamping itu, penggunaan dinar akan mempengaruhi kondisi mata uang domestik yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem moneter internasional.
5. Penggunaan uang dinar dalam perdagangan internasional akan mengurangi sovereignty (kekuasaan). Dengan sistem perdagangan uang fiat saat ini telah memberikan peluang dan ruang kepada negara-negara maju untuk menguasai perekonomian dunia dan memperlebar jurang antara negara kaya dan negara miskin. Penggunaan uang dinar akan mengurangi ketergantungan negara berkembang dan miskin terhadap perekonomian negara maju, mengingat sebagian besar sumber daya alam di dunia ini berada di negara-negara berkembang.

G. Model dan Mekanisme Perdagangan Bilateral dengan Uang Dinar

Perdagangan internasional secara bilateral merupakan suatu jenis perdagangan yang mudah dan sederhana untuk dilakukan oleh kedua negara. Perdagangan secara bilateral memberikan kemudahan bagi kedua negara untuk melakukan penghitungan neraca perdagangan dan melakukan pembayaran. Model perdagangan bilateral melibatkan peran dari bank sentral kedua negara dan sebuah bank custodian.
Dalam buku The Thieft of Nations, Memerra menggambarkan tentang model perdagangan bilateral dengan menggunakan uang dinar sebagai alat pembayaran perdagangan. Model perdagangan tersebut merupakan gambaran umum dari mekanisme penggunaan uang dinar dalam transaksi perdagangan bilateral antara negara Malaysia dengan Arab Saudi yang melibat peran dari para pengimpor dan pengekspor, bank komersial, bank sentral kedua negara dan sebuah bank custodian sebagai tempat kepemilikan dinar emas kedua negara.

Berikut merupakan proses perdagangan bilateral dengan uang dinar emas :
 Proses yang pertama adalah digambarkan oleh garis yang terputus-putus. Pada proses ini pengimpor dan pengekspor akan melakukan kontrak jual beli atas barang. Selanjutnya pengimpor akan melakukan permohonan L/C (letter of credit) kepada salah satu bank komersial yang telah ditentukan oleh bank sentral dan bank komersial akan meneruskannya ke bank komersial pengekspor yang berisikan tentang perdagangan secara detail. Setelah L/C diterima oleh bank komersial negara pengekspor, maka pengekspor akan melakukan pengiriman barang. Setelah itu, pengimpor akan melakukan pembayaran dalam mata uang domestiknya melalui bank komersial yang ada di negara pengimpor.
 Proses kedua adalah digambarkan oleh garis yang tidak terputus-putus. Setelah menerima pembayaran dari mengimpor, bank komersial akan melakukan pembayaran ke bank sentral dengan menggunakan uang domestik. Selanjutnya, bank komersial pengekspor akan melakukan permintaan pembayaran kembali atas ekspornya dengan menggunakan uang domestiknya kepada bank sentralnya. Setelah terjadi pembayaran, bank sentral kedua negara akan mencatat transaksi tersebut dan menjumlahkan semua transaksi pada akhir periode yang telah ditentukan. Pada waktu perhitungan transaksi, harga emas akan ditentukan dan akan dilakukan pembayaran oleh bank sentral pengimpor dengan cara mentransfer ekuivalen emas ke bank kustodian yang menjadi tempat penyimpanan cadangan emas kedua negara.
 Proses penyelesaian akhir transaksi bilateral dengan uang dinar akan terlihat pada gambar berikut :


1. Permintaan pembayaran oleh bank sentral negara pengekspor kepada bank sentral negara pengimpor pada akhir periode.
2.a. Bank sentral negara pengimpor akan menginstruksikan ke bank kustodian untuk melakukan pembayaran kepada bank sentral pengekspor melalui cadangan emasnya yang ada di bank kustodian.
2.b. Jika jumlah cadangannya lebih kecil dari jumlah yang harus dibayarkan, maka pembayaran bisa dilakukan dengan mata uang yang disepakati kedua negara melalui bank agen mata uang asing yang ditunjuk.
3. Memberitahukan jumlah pembayaran yang dilakukan oleh bank sentral pengimpor kepada bank sentral pengekspor.
4.a. Mengirim konfirmasi pernyataan tentang transfer dinar emas kedua negara.

H. Emas Jadi Investasi yang Menarik

Saat ini emas terutama dalam bentuk dinar menjadi investasi yang menarik dikarenakan alasan-alasan sebagai berikut :
1. Dolar dalam posisi bangkrut : Pemerintah AS mengalami defisit neraca pembayaran yang besarnya menembus batas 8 triliun dolar (sekitar 80.000 triliun rupiah).
2. Suplai uang kertas cenderung terus meroket : Dua tahun terakhir, The Fed telah mencetak dolar pada tingkat sekitar 11,7% yang diyakini sangat potensial memicu inflasi.
3. Produksi emas melambat : Dalam dua tahun terakhir, merujuk pada laporan World Gold Council, suplai emas yang diproduksi dari pertambangan menurun hingga 4%.
4. Permintaan emas meningkat drastis : Tahun 2004, terdapat kenaikan permintaan emas di berbagai negara termasuk di Jepang (10%), Amerika (4%), Saudi Arabia (12%), India (25%), dan Cina (30%).
5. Bank sentral meningkatkan cadangan emas : Ada kebijakan mengurangi cadangan devisa dalam dolar.
6. Emas kembali mendapatkan perhatian dunia intern : Munculnya kembali gagasan untuk menjadikan emas sebagai mata uang.

I. Dinar dan Dirham dalam Al-Qur’an dan As Sunnah

Mata uang emas (Dinar) dan perak (Dirham) disebutkan di beberapa tempat di dalam Al-Qur’an, diantaranya dalam QS At-Taubah (9) : 34

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
Ayat ini menyebutkan emas dan perak sebagai harta dan lambang kekayaan yang disimpan.

Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: "Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun. (QS Al-Kahfi (18) : 19)
Kata-kata wariq dalam ayat itu berarti uang logam dari perak atau dirham.
Dalam kisah lain di Al-Qur’an mengenai Nabi Yusuf as bahkan dengan jelas digunakan kata-kata dirham yaitu dalam QS Yusuf (12) : 20

Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.
Sedangkan dalam As-Sunnah disebutkan mengenai daya beli uang emas Dinar :
Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharadah menceritakan kepada kami, ia berkata : saya mendengar penduduk bercerita tentang ‘Urwah, bahwa Nabi SAW memberikan uang satu Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau, lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian dia jual satu ekor kambing dengan harga satu Dinar. Ia pulang membawa satu Dinar dan satu ekor kambing. Nabi SAW mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli tanahpun, ia pasti beruntung. (HR Bukhari)

G. Kesimpulan

- Dinar dan dirham berasal dari kebudayaan di luar Islam dan sudah ada lama sebelum risalah Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
- Akan tetapi dinar dan dirham ini juga diakui dalam Islam baik melalui ayat-ayat Al-Qur’an maupun melalui hadits Rasulullah SAW.
- Dinar dan dirham merupakan dua logam mulia yaitu emas dan perak yang dijadikan suatu mata uang tertentu yang selain mempunyai nilai nominal juga memiliki nilai intrinsik.
- Nilai intrinsiknya itulah yang menjaga nilai dinar dan dirham tetap stabil dimanapun dan kapanpun.
- Perkembangan dari mata uang dinar dan dirham di zaman modern adalah sistem uang fiat dengan cadangan emas.

Daftar Pustaka

Digital Qur’an ver 3.2
Huda, Nurul, et al., Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoretis. Jakarta : Kencana. 2008.
Karim, Adiwarman A, Ir. SE. MBA. MAEP., Ekonomi Makro Islami. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2007.
Mufti, Aries, dan Muhammad Syakir Sula, Amanah Bagi Bangsa : Konsep Sistem
Ekonomi Syariah. Jakarta : Masyarakat Ekonomi Syariah.
Nasution, Mustafa Edwin, MSc. MAEP. Ph.D., et. Al., Pengenalan Eksklusif : Ekonomi
Islam. Jakarta : Kencana. 2007.
Suprayitno, Eko, Ekonomi Islam. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2005.

Biaya Pendidikan Anak

Setelah survey kemana-mana (masih di dlm negri semua sih), ternyata kesimpulannya sama: biaya pendidikan dari masa ke masa mengalami peningkatan yang jika diakumulasikan dalam jangka waktu yang cukup panjang, angka kenaikannya mampu membuat kita berpikir lebih jauh (baca: pusing) mengenai bagaimana nasib anak-anak kita apakah mereka dapat menikmati pendidikan terbaik di masanya masing-masing? Apakah kita harus menyalahkan kondisi ekonomi makro yang tentu saja berada di luar kontrol kita sendiri, atau berharap pemerintah akan mengeluarkan kebijakan yang dapat memperingan beban kita sebagai orang tua karena berharap pemerintah cukup peduli untuk memikirkan bahwa anak-anak kita adalah juga merupakan aset bangsa dan negara? Daripada mengandalkan (atau menyalahkan) sesuatu yang berada di luar kuasa kita, lebih baik kita berpikir lebih keras untuk mencari strategi yang tepat bagi masing-masing anak agar kita dapat memfasilitasi pendidikan mereka. Disinilah salah satu poin yang menegaskan pentingnya perencanaan keuangan pribadi dan keluarga. Memang rezeki masing-masing anak sudah ditentukan oleh Allah SWT, tetapi apakah dengan alasan itu kita dapat mengabaikan tanggungjawab kita terhadap anak-anak kita? Yang penting, kita sudah berusaha maksimal, "do our best" baru menyerahkan hasilnya pada Allah SWT, betul ga sih? Diantara alternatif yang bisa kita lakukan: melakukan investasi di berbagai instrumen lembaga keuangan, berinvestasi dengan emas, melakukan lompatan quantum keuangan dengan berwirausaha, dll. Pilihan yang cocok untuk masing-masing keluarga tentu berbeda karena disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuannya.

Harta, Rezeki, Uang


Rezeki VS Harta


Rezeki tidak sama dengan harta, rezeki adalah sesuatu yang kita nikmati secara pribadi dan belum tentu berada dalam kepemilikan kita. Sedangkan harta adalah sesuatu yang kita miliki akan tetapi belum tentu merupakan rezeki kita karena satu dan lain hal tidak dapat kita nikmati secara pribadi. Setiap muslim seharusnya dapat mengimani bahwa rezeki sudah diatur dan ditentukan batasnya untuk setiap makhluk oleh Allah SWT, usaha hanya sebagai medium pengantarnya saja dan bukan sebagai penyebab diberikannya rezeki. Maka masuk akal sekali jika seorang manusia banyak bekerja untuk kesejahteraan lebih banyak makhluk lainnya (baca: sebagai perantara rezeki bagi orang lain) maka harta yang dikuasainya di dunia akan menjadi semakin banyak karena ia menjadi pintu gerbang bagi mengalirnya rezeki makhluk lainnya. Jadi.. banyak sedekah menjadikan kaya? Tentu saja! ;)


Perencanaan Keuangan Syariah VS Logika “Kanan” Mempercepat Rezeki

Konklusinya bisa jadi sama, banyak sedekah dan beramal membuat kaya hingga tidak terbatas, tapi alur logikanya beda. Yang pertama, mengikuti alur logika yang berlandaskan akidah Islam yang lurus. Sedangkan yang kedua alur logikanya berakidah Islam yang agak “nyeleneh”. Jadi, harusnya pilih yang mana? Untuk diimani dan diyakini, pilih yang pertama aja deh.. masalahnya ini akidah, bahaya kalo kita main-main dengan ranah ini, bisa-bisa batal semua amal kita dalam hitung-hitungannya malaikat pencatat amal baik. Sedangkan yang kedua, bolehlah kita ambil semangat dari bahasanya yang provokatif bagi orang kebanyakan terutama manfaatnya yang bisa bikin orang yang sedang patah semangat jadi bergairah lagi dan bagi orang yang “nrimo” jadi punya semangat juang! (namanya juga “best-seller”, bukan “best-true faith”)


Cerita Qarun dan Hartanya (alias asal istilah harta karun doonk)

Jadi singkat cerita, Qarun berpendapat bahwa harta yang dimilikinya adalah karena usahanya sendiri tanpa adanya rahmat dari Allah SWT, dan ia dimurkai karena itu sehingga seluruh hartanya ditenggelamkan ke dasar laut. Semoga kita tidak termasuk orang yang dimurkai karena takabur dan sombong seperti dia ya.. Hehe, baru cerita sedikit tiba-tiba sdh kesimpulan. Yang mau baca cerita lengkapnya di blog lain saja ya: http://pie-saktiy.blogspot.com/2011/03/kisah-qarun-dan-hartanya.html


Sumber-sumber Referensi Keuangan dan Motivasi Non-syariah?

Sumber-sumber referensi keuangan dan motivasi yang terkenal dan menarik kan banyak dari non-syariah tuh.. ya kaya ahli "empat kuadran" dari Amerika, CEO Amerika yang sering mecat karyawan pemasarannya di tv, dan banyak motivator dalam negri lainnya yang intinya seneng nyuruh kita jadi orang kaya. Mereka pinter-pinter lho di bidangnya masing-masing! Klo kita mau ambil ilmu dari mereka, waah.. sangat berharga sekali buat kemajuan hidup pribadi kita. Toh mereka juga hidup di masa dan kondisi yang kurang lebih sama dengan kita sekarang. Tapi jangan lupa juga, kita sebagai muslim punya koridor-koridor tertentu yang harus diikuti untuk membuktikan keislaman kita. Sebagian ilmu yang mereka miliki bisa kita pakai, tapi ada sebagian lainnya yang tidak. Trus, gimana cara memfilternya? Harus belajar juga akidah Islam
terutama dalam konteks ini yang tentang harta. Sumbernya juga harus dari sumber "ultimate" ilmu Islam: Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Istilah-istilah dalam Perbankan Syariah

Kenapa sih produk-produk di bank syariah harus pake bahasa Arab? Apa biar keliatan Islamnya? Kan belum tentu juga setiap yang berbahasa Arab itu Islami! Sebenarnya kalangan "petinggi2" bank syariah juga pernah membahas ini, penggunaan bahasa Arab dianggap dapat menyulitkan penetrasi pasar karena sebagian besar isi pasar tidak mengerti bahasa Arab. Permasalahannya, mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia untuk istilah2 muamalah seperti itu tidak mudah, seperti tidak mudahnya mengganti istilah2 ibadah kedalam bahasa Indonesia murni: zakat=potongan harta?, haji=perjalanan spiritual?, solat=berdoa?, waah.. tidak ketemu dengan makna sebenarnya kan ya. Jadi, jika ingin sedikit mengerti tentang bank syariah kita harus tau juga makna di balik istilah2 muamalah tersebut.
Penjelasan di bawah ini diambil dari makalah zaman kuliah S1 dulu (2008-2009), isinya rangkuman dari buku2 referensi akademisi ekonomi syariah untuk menjelaskan prinsip-prinsip dasar perbankan syariah, dilengkapi contoh produk yang ada saat itu untuk memperjelas pengertiannya.

A. Titipan atau Simpanan (al-Wadi’ah)
A.1. Wadi’ah yad al-amanah (tangan amanah)
A.2. Wadi’ah yad ad-dhamanah (tangan penanggung)

B. Bagi Hasil
B.1. Al-Musyarakah
B.2. Al-Mudharabah
B.3. Al-Muzara’ah
B.4. Al-Musaqah

C. Jual Beli
C.1. Bai’ al-Murabahah
C.2. Bai’ as-Salam dan Bai’ al-Istishna’

D. Sewa
D.1. Al-Ijarah
D.2. Al-Ijarah al-Muntahiya bit Tamlik

E. Jasa (Fee-based Service)
E.1. Al-Wakalah (Deputyship)
E.2. Al-Hawalah (Transfer service)
E.3. Ar-Rahn (Mortgage)
E.4. Al-Qardh
E.5. Al-Kafalah (Guaranty)

F. Produk-produk Islamic Banking (iB) di Indonesia



A. Titipan atau Simpanan (al-Wadi’ah)

Al-Wadi’ah adalah titipan atau simpanan, yaitu titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Akad wadi’ah terbagi 2 yaitu : wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad ad-dhamanah.

A.1. Wadi’ah yad al-amanah (tangan amanah)

Pihak yang menerima tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan harta yang dititipkan akan tetapi dapat membebankan biaya kepada pihak yang menitip sebagai biaya penitipan. Dan dalam wadi’ah yad al-amanah penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada harta titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan akan tetapi disebabkan karena faktor-faktor yang berada di luar batas kemampuan pihak yang menerima titipan. Bentuk dari akad ini di perbankan adalah kotak simpanan (safe deposit box).

A.2. Wadi’ah yad ad-dhamanah (tangan penanggung)

Penerima titipan dapat mempergunakan harta tersebut dalam aktivitas perekonomian tertentu dengan izin dari pemberi titipan dengan syarat ia menjamin akan mengembalikan aset tersebut secara utuh dan ia bertanggungjawab atas segala kehilangan / kerusakan yang terjadi pada harta tersebut. Dalam akad ini, semua keuntungan adalah hak penerima titipan dan semua kerugian adalah tanggungjawabnya pula.
Dalam perbankan, wadi’ah diwujudkan dalam bentuk giro atau tabungan. Sebagai imbalan, orang yang menitipkan hartanya mendapatkan jaminan keamanan terhadap hartanya dan dalam perbankan ia juga dapat menikmati fasilitas lainnya dari bank yang bersangkutan. Dan juga bank sebagai pemanfaat harta tidak dilarang untuk memberikan bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan tidak ditetapkan nominal maupun persentasenya, tetapi benar-benar merupakan kebijakan dari pihak bank.


B. Bagi Hasil


B.1. Al-Musyarakah

Musyarakah berasal dari kata al-syirkah yang berarti al–ikhtilath (pencampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan. Sedangkan menurut istilah adalah akad persekutuan dalam hal modal, keuntungan dan tasharruf (pengelolaan). Jadi dapat disimpulkan bahwa musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Al-Musyarakah dikenal juga dengan istilah Partnership, Project Financing Participation
Prinsip dan syarat syirkah :
1. Masing-masing pihak yang berserikat berwenang melakukan tindakan hukum atas nama perserikatan dengan izin pihak lain. Segala akibat dari tindakan tersebut, baik hasil maupun resikonya ditanggung bersama.
2. Sistem pembagian keuntungan harus ditetapkan secara jelas persentase dan periodenya.
3. Sebelum dilakukan pembagian, seluruh keuntungan merupakan keuntungan bersama.
Sedangkan persyaratan untuk modal yaitu :
- Harus diserahkan dan berbentuk tunai, tidak boleh berupa piutang atau jaminan.
- Harus berupa alat tukar seperti dinar, dirham, dan mata uang lainnya. Tidak boleh berupa barang dagangan atau komoditas.

B.2. Al-Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Secara istilah Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan.
Persyaratan mudharabah :
1. Masing-masing pihak memenuhi persyaratan mukallaf (cakap).
2. Modal harus jelas jumlahnya, berupa alat tukar, tidak berupa barang dagangan dan harus tunai, dan diserahkan seluruhnya kepada pihak pengusaha.
3. Persentase keuntungan dan periode pembagian keuntungan harus dinyatakan secara jelas berdasarkan kesepakatan bersama. Sebelum dilakukan pembagian, seluruh keuntungan menjadi milik bersama.
4. Pengusaha berhak sepenuhnya atas pengelolaan modal tanpa campur tangan pihak pemodal. Pada awal transaksi pihak pemodal berhak menetapkan garis-garis besar kebijakan pengelolaan modal.
5. Kerugian atas modal ditanggung sepenuhnya oleh pihak pemodal. Sedangkan pihak pengelola samasekali tidak menanggungnya, melainkan ia menanggung kerugian pekerjaannya.
Sedangkan mudharabah sendiri terbagi menjadi dua macam berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana yaitu :
1. Mudharabah Mutlaqah
Dikenal dengan istilah URIA (Unrestricted Investment Account). Dalam mudharabah mutlaqah tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan persyaratan apapun kepada bank mengenai industri ataupun nasabah tertentu yang ingin dibiayai. Jadi bank memiliki kebebasan penuh untuk menyalurkan dana ini ke bisnis manapun yang diperkirakan menguntungkan. Dari akad jenis dikembangkan produk tabungan dan deposito.
2. Mudharabah Muqayyadah
Ada dua jenis mudharabah muqayyadah yaitu :
a) Yang dikenal dengan RIA (Unrestricted Investment Account). Mudharabah jenis ini merupakan dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank misalnya disyaratkan digunakan untuk syarat tertentu atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu (mudharabah muqayyadah on balance sheet).
b) Yang dikenal dengan mudharabah muqayyadah of balance sheet, mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pemilik usaha.

B.3. Al-Muzara’ah

Secara bahasa berarti melemparkan tanaman dan makna hakikinya adalah modal. Sedangkan secara istilah Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen
Syarat-syarat Muzara’ah :
1. Kedua orang yang berakad harus berakal.
2. Ditentukan macam tanaman apa saja yang akan ditanam.
3. Perolehan hasil ditentukan persentasenya ketika akad dan pembagiannya diambil dari satu jenis barang yang sama.
4. Tanah harus tanah yang dapat ditanami dan diketahui batas-batasnya.
5. Waktunya ditentukan sebanyak waktu yang memungkinkan untuk menanam tanaman yang dimaksud
6. Alat-alat yang digunakan dibebankan kepada pemilik tanah.

B.4. Al-Musaqah

Musaqah diambil dari kata al-saqa yaitu seseorang mengurus pohon anggur supaya mendatangkan kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu sebagai imbalan. Secara istilah musaqah adalah akad untuk pemeliharaan pohon, tanaman, dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu. Jadi disimpulkan bahwa musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah di mana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen
Menurut Hanabilah al-Musaqah mencakup dua masalah yaitu :
1. Pemilik menyerahkan tanah yang sudah ditanami seperti pohon anggur, kurma, dan yang lainnya, baginya ada buah yang dimakan sebagai bagian tertentu dari buah pohon tersebut, seperti sepertiganya atau setengahnya.
2. Seseorang menyerahkan tanah dan pohon yang belum ditanam, maksudnya supaya pohon tersebut ditanam pada tanahnya.

C. Jual Beli

C.1. Bai’ al-Murabahah

Adalah suatu penjualan barang seharga tersebut ditambah keuntungan yang disepakati dengan kata lain murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Keempat mazhab membolehkan Pembebanan biaya langsung yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga. Dan tidak membolehkan pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang memang semestinya dilakukan oleh penjual maupun biaya langsung yang berkaitan dengan hal-hal yang berguna.


C.2. Bai’ as-Salam dan Bai’ al-Istishna’

Bai’ as-salam ialah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka dengan kata lain, as-salam adalah akad atas suatu barang dengan kriteria tertentu sebagai tanggungan tertunda dengan harga yang dibayarkan pada majlis akad.
Bai’ al-Istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir.
Pada prinsipnya, akad al-istishna’ menyerupai akad as-salam dimana keduanya tergolong bai’ al-ma’dum, yaitu jual-beli barang yang belum wujud. Namun antara keduanya terdapat beberapa perbedaan sebagai berikut :
1. Obyek as-salam bersifat al-dain (tanggungan) sedangkan obyek istishna’ bersifat al-’ain (benda).
2. Menurut Hanafiyah, dalam akad salam dibatasi dengan waktu yang pasti, persyaratan ini tidak berlaku pada akad istishna’.
3. Menurut Hanafiyah, akad salam bersifat luzum (mengikat kedua pihak), sedang akad istishna’ tidak bersifat luzum. Sedangkan menurut jumhur akad salam dan istishna’ sama-sama bersifat luzum.
4. Menurut Hanafiyah harga pokok dalam akad salam harus dibayarkan secara kontan dalam majelis akad, dan hal ini tidak diharuskan dalam akad istishna’ sedangkan menurut jumhur ulama harga pada kedua akad tersebut harus dibayar tunai ketika akad berlangsung.
Para imam dan tokoh-tokoh mazhab sepakat terhadap enam persyaratan akad salam berikut :
1. Barang yang dipesan harus dinyatakan secara jelas jenisnya.
2. Barang yang dipesan harus dinyatakan secara jelas sifat-sifatnya.
3. Barang yang dipesan harus dinyatakan secara jelas ukurannya.
4. Harus dinyatakan secara jelas batas waktunya.
5. Barang yang dipesan harus dinyatakan secara jelas harganya.
6. Tempat penyerahan harus dinyatakan secara jelas.

Sedangkan akad al-Istishna’ dibolehkan dengan syarat:
1. Obyek akad (produk yang dipesan) harus dinyatakan secara rinci jenis, ukuran, dan sifatnya.
2. Produk yang dipesan berupa hasil pekerjaan atau kerajinan yang mana masyarakat lazim memesannya.
3. Waktu pengadaan produk tidak di batasi. Jika dibatasi dengan waktu tenggang tertentu ia menjadi akad salam.

D. Sewa

D.1. Al-Ijarah

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, sedangkan pada ijarah obyek transaksinya adalah barang maupun jasa.
Ijarah secara bahasa berarti upah dan sewa, jasa atau imbalan. Secara istilah, ijarah dapat didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu. Menurut fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional), ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Tidak semua harta benda boleh diakadkan ijarah atasnya, kecuali yang memenuhi persyaratan berikut ini :
1. Manfaat dari obyek akad harus diketahui secara jelas.
2. Obyek ijarah dapat diserahterimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya.
3. Obyek ijarah dan pemanfaatannya haruslah tidak bertentangan dengan hukum syara’.
4. Obyek yang disewakan adalah manfaat langsung dari sebuah benda.
5. Harta benda yang menjadi obyek ijarah harus harta benda yang bersifat isti’maliy yaitu harta benda yang dapat dimanfaatkan berulang kali tanpa mengakibatkan kerusakan dzat dan pengurangan sifatnya.
Adapun ijarah yang mentransaksikan suatu pekerjaan atas seorang pekerja, harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai persyaratan sebagai berikut :
1. Perbuatan tersebut harus jelas batas waktu pekerjaan.
2. Pekerjaan yang menjadi obyek ijarah tidak berupa pekerjaan yang telah menjadi kewajiban pihak pekerja sebelum berlangsung akad ijarah.

D.2. Al-Ijarah al-Muntahiya bit Tamlik

Al-Ijarah al-Muntahiya bit Tamlik merupakan perpaduan antara sewa menyewa dan jual beli atau hibah diakhir masa sewa. Secara bahasa berarti sewa yang diakhiri dengan kepemilikan. Adapun pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut :
1. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhiir masa sewa pilihan ini biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Maka akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi harga barang dan margin laba. Sehingga penyewa harus membeli barang itu diakhir periode.
2. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa. Pilihan ini biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar sehingga akumulasi sewa diakhir periode sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan margin laba. Dengan demikian barang tersebut dapat dihibahkan kepada penyewa.


E. Jasa (Fee-based Service)

E.1. Al-Wakalah (Deputyship)

Berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat sedangkan secara istilah dapat didefinisikan sebagai pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang dapat diwakilkan. Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan segala urusannya sendiri. Pada suatu kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya.
Status wakalah sempat diperdebatkan dalam perkembangan fiqih Islam apakah termasuk kategori niabah atau wilayah :
1. Niabah adalah mewakili menurut pendapat ini wakil tidak dapat menggantikan seluruh fungsi muwakkil (orang yang diwakili).
2. Wali atau wilayah karena khilafah (menggantikan) dibolehkan untuk yang mengarah kepada yang lebih baik, sebagaimana dalam hal jual beli pembayaran secara tunai adalah lebih baik, walaupun pembayaran secara kredit diperbolehkan.

E.2. Al-Hawalah (Transfer service)

Yaitu pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam kata lain yaitu pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal ’alaih (orang yang berkewajiban membayar hutang). Secara sederhana, dapat dijelaskan sebagai berikut : Si A (muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil) sedangkan B masih mempunyai piutang pada C (muhal ’alaih). Ketika B tidak mampu membayar hutangnya pada A, B lalu mengalihkan beban utang tersebut pada C. Dengan demikian, C yang harus membayarkan hutang B kepada A, sedangkan hutang C sebelumnya pada B dianggap selesai.


E.3. Ar-Rahn (Mortgage)

Adalah menahan salah satu hak milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagai piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
Setiap benda yang dapat diperjualbelikan sah pula dijadikan sebagai jaminan utang (marhun). Sedangkan akad rahn itu sendiri harus disertai penyerahan barang jaminan. Syafi’iyah dan Hanabilah juga mempertegas bahwa marhun harus berupa a’in (benda), tidak sah menjaminkan manfaat suatu benda. Harta benda yang digadaikan tidak tertutup dari orang yang menggadaikannya (rahin), ia berhak mendapatkan keuntungan dan kerugian dari benda tersebut. Dan biaya pemeliharaan menjadi tanggung jawab pemilik barang juga. Sedangkan pemanfaatan marhun oleh rahin ataupun murtahin harus dengan izin masing-masing pihak lawan. Oleh karena itu, menjaminkan barang yang tidak mengandung resiko dan biaya perawatan dan tidak menimbulkan manfaat agaknya lebih baik untuk menghindari perselisihan diantara kedua pihak.
Di bank, aplikasi rahn ada dua macam :
- Sebagai produk pelengkap : yaitu sebagai akad tambahan (jaminan) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai’ al-murabahah.
- Sebagai produk tersendiri : sebagai alternatif dari pegadaian konvensional yang mengenakan bunga, sedangkan biaya rahn ditetapkan di muka.

E.4. Al-Qardh

Adalah pemberian harta pada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Qardh dikategorikan kedalam akad saling membantu (tathawwu’i) dan bukan merupakan transaksi komersial (tijarah). Sehingga di dalam al-qardh samasekali tidak diperbolehkan untuk mengambil kelebihan apapun. Kecuali dari pihak peminjam mengembalikan dengan kelebihan dengan tanpa dipersyaratkan sebelumnya.

E.5. Al-Kafalah (Guaranty)

Adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (ditanggung), dalam pengertian lain kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
Jenis–jenis Kafalah :
1. Kafalah bin-nafs adalah akad memberi jaminan atas diri (personal guarantee). Sebagai contoh dalam praktek perbankan adalah seorang nasabah yang mendapat pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apapun, tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yag dibiayai mengalami kesulitan
2. Kafalah bil-maal ialah jaminan pembiayaan barang atau pelunasan hutang.
3. Kafalah bit-taslim yaitu kafalah yang biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang yang disewa pada waktu masa sewa berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan penyewaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito atau tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah itu.
4. Kafalah al-munjazah yaitu jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan kepentingan atau tujuan tertentu. Salah satu bentuk kafalah al-munjazah adalah pemberian jaminan dalm bentuk performance bonds (jaminan prestasi), suatu hal yang lazim dikalangan perbankan dan sudah sesuai dengan bentuk akad ini.
5. Kafalah mu’allaqah yaitu bentuk jaminan yang merupakan penyederhanaan dari kafalah al-Munjazah, baik oleh industri perbankan atau asuransi.
Bentuk produk kafalah di perbankan adalah garansi bank yang dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Untuk jasa-jasa ini, bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

F. Produk-produk Islamic Banking (iB) di Indonesia.

Berikut ini kami tampilkan daftar produk-produk Islamic Banking (iB) di Indonesia yaitu berdasarkan data dari Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPBS BI) berikut dasar akad / skema keuangan yang dipergunakan.

NAMA PRODUK : SKEMA KEUANGAN
Funding / Pendanaan
Giro iB
- Giro USD iB : Wadi'ah (titipan)
- Giro IDR iB : Wadi'ah (titipan)
Tabungan iB
- Tabungan iB : Fleksibel : wadi'ah (titipan) atau mudharabah (penyertaan modal)
- Tabungan haji iB : Fleksibel : wadi'ah (titipan) atau mudharabah (penyertaan modal)
- Tabungan emas iB : Mudharabah (penyertaan modal)
- Tabungan pendidikan iB : Mudharabah (penyertaan modal)
- Tabungan perencanaan iB : Mudharabah (penyertaan modal)
- Tabungan arisan iB : Mudharabah (penyertaan modal)
- Tabungan umrah iB : Mudharabah (penyertaan modal)
Deposito iB
- Deposito IDR iB : Mudharabah (penyertaan modal)
- Deposito USD iB : Mudharabah (penyertaan modal)
- Deposito special investment : Mudharabah muqayyadah (penyertaan modal untuk proyek tertentu sesuai keinginan nasabah / investor)
Jasa iB (Service)
- Jasa kirim uang antar negara iB : Ijarah (sewa)
- Jasa bank garansi iB : Kafalah (penjaminan)
- Jasa SKBDN iB : Kafalah (penjaminan) dan wakalah (perwakilan)
- Jasa syariah card : Kafalah (penjaminan), qardh (pinjaman uang), dan wakalah (perwakilan)
- Jasa deposit box emas iB : Ijarah (sewa)
- Jasa pengalihan hutang iB : Qardh (pinjaman uang) dan bai' murabahah (jual beli dengan margin)
- Jasa penukaran uang iB : penukaran dua mata uang yang berbeda
- Jasa kirim uang iB : Wakalah (perwakilan)
- Jasa kiriman uang valas iB : Wakalah (perwakilan)
- Jasa bancassurance iB : Wakalah (perwakilan) dengan fee (biaya)
- Jasa L/C (letter of credit) ekspor iB : Wakalah (perwakilan) dengan fee (biaya), bai' (jual beli), dan kafalah (penjaminan)
- Jasa L/C (letter of credit) impor iB : Wakalah (perwakilan) dengan fee (biaya) dan kafalah (penjaminan)
- Gadai emas iB : Qardh (pinjaman uang) dan ijarah (sewa)
- Investasi emas iB : Wakalah (perwakilan)
Financing / Pembiayaan
Pembiayaan konsumtif (Konsumer) iB
- Pembiayaan multijasa iB (KTA iB) untuk pendidikan, pernikahan, kesehatan : Ijarah (sewa)
- Pembiayaan pemilikan rumah iB (KPR iB) : Fleksibel : bai' murabahah (jual beli dengan margin) atau bai' al istishna’ (jual beli dengan pesanan) atau ijarah muntahiya bit tamlik (sewa beli/leasing)
- Pembiayaan pemilikan mobil iB (KPM iB) : Fleksibel : bai' murabahah (jual beli dengan margin) atau ijarah muntahiya bit tamlik (sewa beli/leasing) atau ijarah (sewa)
- Pembiayaan kavling siap bangun iB : Bai' murabahah (jual beli dengan margin)
- Pembiayaan renovasi rumah : Fleksibel : bai' murabahah (jual beli dengan margin) atau bai' al-istishna’ (jual beli dengan pesanan)
- Pembiayaan konsumtif iB : Bai' murabahah (jual beli dengan margin)
- Kartu kredit iB : Kafalah (penjaminan), qardh (pinjaman uang), ijarah (sewa), dan wakalah (perwakilan)
Pembiayaan modal kerja dan korporasi iB
- Pembiayaan dana berputar iB : Musyarakah (kemitraan)
- Pembiayaan menengah dan korporasi iB : Fleksibel : musyarakah (kemitraan) atau mudharabah (penyertaan modal)
- Pembiayaan mikro dan kecil : Fleksibel : musyarakah (kemitraan) atau mudharabah (penyertaan modal)
- Pembiayaan rekening Koran iB : Musyarakah (kemitraan)
- Pembiayaan sindikasi iB : Musyarakah (kemitraan)
- Pembiayaan modal kerja iB : Fleksibel : musyarakah (kemitraan) atau mudharabah (penyertaan modal)
- Pembiayaan channeling iB : Fleksibel : mudharabah (penyertaan modal) untuk proyek tertentu sesuai keinginan nasabah atau ijarah muntahiya bit tamlik (sewa beli/leasing)
- Pembiayaan executing iB : Mudharabah (penyertaan modal) untuk proyek tertentu
- Pembiayaan sewa equipment iB : Ijarah muntahiya bit tamlik (sewa beli/leasing)
- Pembiayaan ke sektor pertanian iB : Bai' as-salam atau al-istishna’ (jual beli dengan pesanan) secara paralel
- Pembiayaan pembangunan perumahan iB : Bai' as-salam atau al-istishna’ (jual beli dengan pesanan) secara paralel
Lain-lain iB
- Pembiayaan dana talangan iB : Qardh (pinjaman uang)

Sumber:
1) Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah : dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani Press. 2001.
2) Jurnal Islamic Banking News : Edisi Khusus Festival Ekonomi Syariah 2009. Jakarta : Penerbit majalah InfoBank. 2009.
3) Karim, Adiwarman A, Ir. SE. MBA. MAEP., Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan (Edisi Ketiga). Jakarta : PT RajaGrafindo. 2004.
4) Mas’adi, Ghufron A., Drs. M.Ag., Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2002.
5) Suhendi, Hendi, Dr. H. M.Si., Fiqh Muamalah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2005.

Apakah Bank Syariah Sudah Cukup Syariah?

Berawal dari diskusi di grup FB Keluarga Besar Rohis STM Pembangunan Jakarta (alhamdulillah masih bisa dianggep anggota :-D) di akhir Oktober 2011

Ahmad Hairul Bahri Bismillahirrohmanirrohim Assalamu'alaykum wa rohmatullahi wa barokatuh Seperti biasa, insyaAllah utk yg kedua kalinya saya ingin bertanya. Agar tidak ada syubhat di antara. Tema : Bank Syari'ah, Syar'I kah? Pada dasarnya setiap bank yg ada di Indonesia akan bermuara ke BI. Perputaran uangnya pun dalam lingkup BI juga. Hanya saja, ada perbedaan yg mendasar antara bank konvensional dgn bank syari'ah, diantaranya yg utama, yaitu : aqad (perjanjian awal) dan pengelolaan uang nasabah. Jauh dari bahasan mendetail perihal perbandingan bank konvensional dg bank syari'ah tentunya sudah ada bahasan tersendiri. Nah, secara pribadi (dengan ilmu dan informasi yg diketahui), Apakah Bank Syari'ah yg ada di Indonesia dapat dinilai sudah sesuai syari'ah Islam (Tanpa terkecuali)? Jelaskan argumentasi kalian yah! :D Wassalamu'alaykum wa rohmatullahi wa barokatuhSee more


Djayusman Djayus
wah saya masih harus belajar banyak tentang ekonomi syari'ah,antum punya teman yg menguasainya biar ane bisa belajar dari beliau? yang jelas Pak Rhenald Kasali dlm salah satu tulisannya memblack list sistem ekonomi kapitalis


Agung Nugroho alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh menilai sesuatu tanpa pemahaman thd ilmu yg relevan kan kurang baik. yg jelas perbankan syariah dan sistem ekonomi syariah lainnya sedang dlm proses pertumbuhan. dan kita wajib mendukungnya (ada fatwa MUI) minimal menjadi nasabah, atau belajar dan terjun langsung sbg praktisi.
ada kok temen kita yg lumayan paham ttg topik ini, tp orgnya blm gabung ke grup ini. apa perlu diundang kesini nih?


Ahmad Hairul Bahri Sebelumnya secara pribadi TS faqir dalam hal seperti ini. Oleh karenanya TS bertanya. Adapun tema yg disampaikan TS adalah sesuatu yg sudah dibahas oleh beberapa pakar/ ahli. Yg jadi pertanyaan ialah apakah hal tersebut riil? Buktinya apa (contoh kasus)? Oleh karenanya butuh argumen (bisa jadi diskusi yg menarik) dari orang yg mengerti atau paling tidak sudah tahu mengenai informasi ini. Perihal wajibnya mendukung bank2 syari'ah, tentunya memang harus kita dukung segala kebaikan sekecil apapun bentuknya. Namun, bukan berarti menafikan kekurangan atau koreksi apabila diperlukan. :) Ust. Djayus, jangan lupa di invite ke sini temannya. Biar kita semua pada tahu.


Djayusman Djayus wah yg tahu khan akh Agung Nugroho coba tanya beliau


Asa Mulchias Setahu ane, bila sudah ada lajnah yang menaungi umat dan menetapkan hukum atas sesuatu, maka umat tidak perlu menyelidiki sampai detil-detil hingga mempersulit dirinya sendiri. Misalnya, ada fatwa dari MUI mengenai hukum kopi luwak. Kalau kita pikir, proses menjadi kopi luwak itu cukup membuat kita berpikir: apa itu halal? Namun, bila ada ketetapan itu halal dari lembaga yang benar-benar mendalami kasusnya, maka kita merujuk padanya. Kadang, kita mempermasalahkan lajnah secara sosoknya, padahal fatwa itu keluar tentu kita nilai per fatwa, bagaimana penetapannya dan segala halnya. Ada banyak persoalan halal-haram di negara kita dan tidak setiap orang memiliki kafaah untuk membahasnya. Karenanya kita tidak mempersulit umat dengan melemparkan persoalan-persoalan yang memang bukan konsumsi umat secara umum. Hal ini tentu dapat dikecualikan ketika ada satu orang yang benar-benar mengerti persoalan, dan mulai menggali secara profesional. Terkait pertanyaan TS, ada contoh-contoh kecil yang akan membuat kita pusing: apakah itu halal atau tidak--dan coba deh, komparasikan. Kasus makan ayam. Apakah kita tahu ayamnya dipotong dengan lafadz Allah atau tidak? Kasus makan mie. Apakah kita tahu betul mie itu tidak dibuat dengan minyak babi? Dan sebagainya, dan sebagainya. Dalam Islam, kita tidak diperintahkan menggali-gali sesuatu yang kita sendiri tidak benar-benar "aware" mengenainya. Ini berguna dalam menghindari waswas syaithan dan memantapkan pilihan. Seperti sebuah riwayat yang menceritakan bahwa ‘Umar r.a. pada suatu hari lewat di sebuah tempat, kebetulan ia ditimpa sesuatu yang jatuh dari sebuah bumbung. Seorang teman yang bersama ‘Umar menanyakan: “Hai empunya bumbung apakah airmu suci atau najis?” ‘Umar pun berkata: “Hai empunya bumbung, tak usah dijawab pertanyaan itu,” dan ia pun berlalu. Wallahu'alam


Ahmad Hairul Bahri ‎-case closed-


Abinya Awa Azzahra akur ama bang asa. prkara halal haram sdh ada MUI jdi kta sbgai ummat cukup merujuk pada fatwa2 MUI


Ahmad Hairul Bahri Alhamdulillah, ane juga ikut merujuk MUI. Makanya ane bisa isi bensin PREMIUM, karena ane karyawan swasta. :D



Berhubung inisiator diskusi sudah menyatakan "case closed" waktu saya lihat posting ini, jadi ketinggalan momen deh utk ikutan diskusi. Tapi, pembahasannya jadi inspirasi juga utk bikin posting ini karena ternyata bolak balik ketemu juga sama teman2 muslim yg ragu utk berinteraksi dgn bank syariah karena isu ini.

Singkatnya begini..

pilihan yang tersedia untuk keuangan pribadi kita saat ini hanya:
1. pakai fasilitas perbankan konvensional yg sudah jelas mendukung berkembangnya sistem keuangan berbasis riba dan sudah disepakati keharamannya 100%
2. benar2 meninggalkan riba dgn tidak menggunakan uang kertas (fiat money) dan benar2 keluar dari sistem keuangan makro dengan konsekuensi bahwa kita hanya dapat bertransaksi hanya dengan sebagian kecil orang yang memilih pilihan ini
3. "being realistic" dengan menerima pilihan untuk menggunakan fasilitas perbankan syariah yang diawasi otoritas lembaga ulama dan bank sentral walaupun belum 100% syariah.. optimis serta mendukung para praktisi perbankan syariah khususnya dan praktisi ekonomi syariah umumnya akan terus berusaha setahap demi setahap untuk mewujudkan sistem ekonomi (dan produk keuangan syariah) yang benar2 syariah

Teringat dengan suatu hadits yang berbunyi:
“Sungguh akan datang pada manusia suatu masa (ketika) tiada seorangpun di antara mereka yang tidak akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya.” (HR Ibnu Majah, hadits No.2278 dan Sunan Abu Dawud, hadits No.3331; dari Abu Hurairah). 


Jadi, entahlah.. untuk benar2 bebas dari riba, mungkin kita harus bikin negara sendiri, produksi kebutuhan sendiri, intinya hidup terpencil bersama orang2 yang setekad dengan kita. Tapi apa iya harus serepot itu? Dan dengan hidup terpencil kita juga menghilangkan kemungkinan untuk menyebarkan dakwah Islam lebih luas lagi.
Seberapa jauh kita bisa meninggalkan riba, sangat tergantung pada kebutuhan dan kondisi kita masing2, tidak bisa menyamakan kondisi semua orang karena fikih pada dasarnya sangat tergantung pada konteks dimana hukum fikih itu ditetapkan.


Silakan, pilihan ada di tangan anda masing2, cari ilmu ttg prinsip2 halal haram dlm kehidupan ekonomi (Aku Cinta Keuangan Syariah) dan kemudian tanyalah hati anda untuk mengusahakan menjauhi riba sesuai kemampuan anda.

Yang punya waktu dan ingin lebih dalam membaca ttg isu syariahnya bank syariah, berikut adalah ringkasan bedah buku "tidak syar'inya bank syariah" yang pernah diadakan oleh MES.


Pengantar acara:




Peran Perbankan Syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi perkembangan ekonomi syariah. Lahirnya perbankan syariah juga bukan hanya sebagai alternatif terhadap perkembangan perekonomian riba saat ini, melainkan hadir sebagai solusi dalam memberantas praktek ribawi perekonomian umat.


Namun, seiring dengan kemajuan tersebut, terdapat tinjauan kritis dan ketidakpercayaannya dari masyarakat terhadap praktik perbankan syariah di Indonesia. Salah satunya buku yang berjudul Tidak Syar'inya Bank Syariah di Indonesia dan Jalan Keluarnya Menuju Muamalat karya Zaim Saidi. Dikatakan dalam buku ini bahwa Sistem perbankan Syariah bukanlah system yang bebas riba, meskipun tampaknya telah melepaskan diri dari bunga (interest), karena riba bukan sekedar bunga an sich, melainkan system perbankan itu sendiri secara keseluruhan.


Dengan demikian perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi yang cukup gencar dalam memahami akan praktik perbankan syariah yang telah berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satunya dengan membedah buku tersebut agar pemahaman masyarakat menjadi terbuka akan hakekat dari bank syariah.


Oleh karena itu,Masyarakat Ekonomi Syariah, IAEI, bekerjasama dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengadakan 7th Sharia Economics Research Day yang mengangkat tema Perbankan Syariah sebagai Kekuatan Utama Perbankan Indonesia dengan bentuk acara Bedah Buku:Tidak Syar'inya Bank Syariah di Indonesia dan Jalan Keluarnya Menuju Muamalat


Keynote Speech:
Dr. Ir. Murasa Sarkaniputra
(Penulis buku " Ruqyah Syariah: Teori, Model, dan Sistem Ekonomi")


Presentasi Buku:
Zaim Saidi
(Penulis Buku "Tidak Syar'inya Bank Syariah di Indonesia dan Jalan Keluarnya Menuju Muamalat")


Penanggap:
Dr. (HC) A. Riawan Amin
(Ketua Umum ASBISINDO)
Drs. Agustianto, MA
(Sekjend DPP IAEI)


Moderator:
Dr. Euis Amalia, MAg
(Pengurus Pusat MES)


Hari dan Tanggal : Sabtu, 6 November 2010
Pukul : 13.00 - 16.00 WIB
Tempat : Ruang Teater Fakultas Syariah dan Hukum Lt.2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jl.Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat)




Rangkuman pembahasan oleh anggota mailist MES.




From: Asep Bunyamin
To: ekonomi-syariah@yahoogroups.com


Dari Keempat Pembicara, semuanya sepakat bahwa System Ekonomi Kapitalis termasuk didalamnya transaksi Riba dalam Bank Konvensional dan Penggunaan Uang merupakan praktek yang bertentangan dengan ajaran islam. Hal tersebut merupakan hal mendasar dan menjadi tujuan bersama didalam menemukan solusi yang tepat untuk menerapkan praktek ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.


Perbedaan yang muncul dari pemaparan masing-masing adalah dalam menentukan solusi apa yang paling tepat, untuk meninggalkan ekonomi kapitalis dan beralih kepada ekonomi islam. Secara ringkas solusi yang ditawarkan oleh keempat pembicara tersebut adalah :


1. Pembicara pertama, sebagai akademisi menawarkan solusi agar bank syariah dalam penentuan margin keuntungan tidak lagi berdasarkan BI rate tapi berdasarkan perhitungan baru, dimana Bank Indonesia disamping mengeluarkan BI Rate untuk Bank Konvensional juga mengeluarkan BI margin Profit untuk menghitung margin profit di Bank Syariah. Atau dengan kata lain Perbankan Syariah di sejajarkan dengan Perbankan Konvensional.


2. Pembicara kedua sebagai penulis buku “Tidak syari’ah nya Bank Syariah” berpendapat bahwa Bank itu sendiri merupakan System Ekonomi Kapitalis, maka tidak ada ruang bagi bank untuk mentransformasikan dirinya menjadi lembaga keuangan. Dan Perbankan Syariah bukan merupakan bagian dari Ekonomi Islam. Ekonomi Islam di kembalikan kepada kondisi semula yaitu pasar dan alat tukar dikembalikan pada dinar dan dirham.


3. Pembicara ketiga, sebagai praktisi, menawarkan solusi yang lebih realistis yaitu menghilangkan bunga bank sebagai akar masalah. dan mengganti uang yang saat ini beredar tanpa memiliki nilai instrinsik dan menjadi komoditi baru dimana uang memiliki harga dan menggantinya dengan uang yang harganya ditentukan oleh barang komoditi.


4. Pembicara keempat, sebagai fuqaha, menawarkan solusi dengan berijtihad terhadap mana saja transaksi dan produk yang diperbolehkan dan mana saja transaksi atau produk yang harus dihindari.


Tentunya dalam rangka memberikan solusi untuk menghadapi kondisi saat ini, masing-masing pendapat tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Solusi yang ditawarkan oleh pembicara pertama merupakan solusi yang paling mudah diterapkan, maksudnya perbankan syariah sudah diadopsi dalam ekonomi Indonesia sehingga lebih mudah dalam penerapan BI Profit Margin tersebut, akan tetapi masih jauh tujuan utama yaitu mensyariahkan ekonomi yang lebih luas, khususnya di Indonesia.


Solusi yang ditawarkan oleh pembicara kedua, hanya berbicara pada tataran idealisme dan tidak serius dalam memberikan solusi saat ini. Dengan pembubaran bank syariah saat ini akan semakin jauhnya umat dari ekonomi islam yang didambakan. Dan kami cenderung menilai pembicara tidak serius dan tidak konsisten, tidak konsistennya pembicara dapat dibuktikan dengan masih digunakannya uang oleh pembicara padahal menurut pembicara, uang yang saat ini beredar adalah riba, artinya pembicara mengakui bahwa kondisi saat ini belum lah ideal untuk penerapan secara langsung dan perlu dilakukan secara bertahap.


Pembicara ketiga dan menurut saya merupakan solusi yang paling ideal untuk diterapkan saat ini, menawarkan solusi menghilangkan bunga dalam system perbankan dan mengganti uang saat ini dengan uang yang memiliki patokan nilai yang lebih jelas. Pembicara terakhir sebagai fuqaha menawarkan solusi dengan berijtihad terhadap mana saja transaksi yang diperbolehkan dan mana saja yang tidak dengan berprinsip pada kaidah-kaidah hukum isam yang bersumber pada Al quran, As Sunnah dan Ijtihad. Maka disini perlu adanya kehati-hatian yang sangat ekstra di dalam menentukan suatu ijtihad, misalnya dalam aspek maslahah, jangan sampai hanya karena adanya aspek maslahat yang sempit cakupannya tapi tidak mampu melihat kemudaratannya bagi masyarakat luas. Sehingga untuk memutuskan suatu ijtihad harus dapat meneliti dampak-dampak yang mungkin timbul bagi masyarakat luas.


Dari pemaparan tersebut maka saling menghargai bahkan saling mendukung terhadap solusi yang ditawarkan merupakan langkah yang tepat demi terwujudnya harapan bersama dalam menegakan ajaran islam secara kaffah.